Bicara
soal integritas di era pilkada 2017 ini sangat penting untuk kita pahami
didalam hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Berkaitan dengan hal ini, didalam hati seluruh masyarakat di Indonesia sangat ingin memilih seseorang pemimpin yang punya integritas untuk
memajukan dan mensejahterakan kehidupan berbangsa.
Jack
Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” dikatakan bahwa, integritas
adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki
integritas mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka.
Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui
kesalahan mereka dan mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam
negara mereka, industri mereka dan perusahaan mereka – baik yang tersurat
maupun yang tersirat – dan mentaatinya. Mereka bermain untuk menang
secara benar (bersih), sesuai peraturan yang berlaku.
Berbagai
survei dan studi kasus telah mengidentifikasikan bahwa, integritas atau
kejujuran sebagai suatu karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam
diri seorang pemimpin yang baik.
Integritas
itu sangat dibutuhkan oleh semua orang, tak hanya pemimpin namun juga yang
dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat
dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin
bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang
pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas
tanggung-jawab mereka.
Pemimpin
dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati
janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup
dengan integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari
mereka yang menaruh kepercayaan kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang
benar dan berpihak kepada kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas
seseorang.
Mengatakan
kebenaran secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak untuk mengatakannya.
Kebenaran
itu tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka. Inilah prinsip
yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nasehat ini beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr.
Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal padaku:
1) Mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka,
2) Beliau memerintah agar melihat pada orang dibawahku (dalam hal harta) dan
janganlah lihat pada orang yang berada diatasku,
3) Beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan
kerabat) walau kerabat tersebut bersikap kasar,
4) Beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun,
5) Beliau
memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,
6) Beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat menyampaikan
risalah di jalan Allah,
7) Beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa
billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena kalimat
tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih, namun sanad hadits ini
hasan karena adanya Salaam Abul Mundzir).
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits ini “Berkata
yang benar walaupun pahit” yaitu dalam hal orang yang biasa berkomentar sinis
atau tidak suka terhadap kebenaran yang terjadi atau belum dan sudah terjadi.
Integritas adalah kualitas
yang mendasar dan harus ada dalam diri seorang pemimpin. Dalam sebuah buku “Jonathan
Lamb” yang berjudul, Integrity, Leading with God Watching, (Buku ini
diterbitkan oleh Perkantas 2008. Bukunya Softcover, 246 halaman). Jonathan
Lamb menulis, bahwa panggilan hidup untuk berintegritas tidak hanya dituntut
oleh Allah.
Di semua lapisan
masyarakat ada seruan yang kuat agar para pemimpin baik di bidang usaha,
politik atau agama, hidup berintergitas.
Betapa pentingnya hidup berintegritas, Lamb menjelaskan apa wujud dari integritas. Menurutnya ada tiga ciri integritas:
1. Ketulusan: Motivasi yang murni
2. Konsistensi: Menjalani hidup sebagai suatu keseluruhan
3. Keandalan: Mencerminkan ke tundukan kepada kekuasaan Allah.
Dengan memakai gambaran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, saya sebagai ummat islam bisa mencontoh beliau hidup sebagai seseorang yang berintegritas. Bagi saya, nabi sebagai pemimpin yang berintegritas sangat tepat dan akan selalu menjadi panutan.
Kita
sering di berikan penjelasan oleh para guru dan ulama tentang sifat dan karakter Nabiyullah Shalallahu Alaihi
Wassalam, seperti;
Sidik,
Sidik berarti benar. Benar dalam perkataan maupun perbuatan. Kadang-kadang kita
terlalu banyak berkata-kata tanpa hasil yang sejalan. Banyak kata yang
dilontarkan, bahkan kadang-kadang berbohong hanya untuk mendapat pujian saja.
Amanah,
Amanah memiliki arti benar-benar dapat dipercaya. Masih ingatkah mengapa
Rasulullah dijuluki gelar ‘Al–Amin’? Nabi Muhammad berhak mendapatkan gelar
mulia itu karena beliau selalu mengerjakan dengan sebaik-baiknya jika ada
urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap kata yang diucapkan Nabi Muhammad
adalah kejujuran. Belajar dari sifat Nabi tidak semudah teori yang ada.
Di
zaman sekarang, nilai amanah ini semakin luntur. Banyak sekali kasus korupsi
dan cacat moral di tempat bekerja atau tempat lainnya. Karakter pemimpin saat
ini banyak yang dianggap tak layak, tetapi haus akan jabatan membuat orang tak
peduli untuk saling sikut.
Fatanah,
Fatanah berarti cerdas. Nabi Muhammad adalah suri teladan yang luar biasa
cerdas. Cerdas bukan berarti sesuatu yang harus sempurna di bidang akademik saja,
melainkan juga berpikir terbuka dan berbeda. Artinya, kita harus aktif dan
memandang sesuatu dari segi kebaikan.
Tablig.
Tablig yang berarti menyampaikan. Sebagai
umat muslim, kita memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran, meskipun
pahit. Karakter pemimpin yang mencontoh sifat Nabi bukanlah sesuatu yang
tidak mungkin kita capai, mulailah dari diri sendiri karena dalam suatu
keluarga apalagi berbangsa dan bernegara pasti ada selisih paham.
Jika kita
mengalami hal ini, utarakanlah hal ini. Bersikaplah saling terbuka. Jangan memfitnah,
menyebar kebencian atau berghibah. Berbeda pendapat itu rahmat karena itu
jangan saling membenci. Lalu bagaimana kita bisa diam terhadap para penyeru dan
penebar pemikiran sesat yang telah ditokohkan oleh sebagian umat Islam, padahal
kesesatan mereka telah meracuni hati dan pikiran masyarakat sampai-sampai
kebenaran dianggap sebagai kebatilan dan kebatilan justru dianggap benar?
Siapkah
seseorang yang kita pilih itu melanjutkan karakter pemimpin seperti ini? Ini pasti
akan terasa sangat sulit untuk dilakukan jika tidak memiliki tekad dan niat
yang bulat dalam hati dan pikirannya.
Bahwa panggilan hidup berintegritas adalah hidup yang menunjukkan akuntabilitas, menunjukkan tanggung jawab dan rasa takut kepada Allah, termasuk dalam mengerjakan perkara-perkara kecil, terkait integritas dalam melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkannya.
Kepemimpinan
dalam hal menggunakan otoritas, membangun komunitas, menangani kegagalan dan pengelolaan
keuangan. Serta tantangan dalam mengendalikan kelemahan dan kekuasaan, status dan ambisi
yang sejati, keangkuhan dan panggilan untuk berkorban.
Integritas sebagai cara hidup. Sangat penting untuk memahami tentang bagaimana hidup dengan rasa puas, hidup secara konsisten dan menjalani kehidupan secara autentik.
Integritas sebagai cara hidup. Sangat penting untuk memahami tentang bagaimana hidup dengan rasa puas, hidup secara konsisten dan menjalani kehidupan secara autentik.
Berpijak dari kesadaran ini,
maka perkenankanlah kami memberi panggilan untuk memilih mereka yang punya integritas, karena kami
menyukai kebenaran dan kebaikan yang ada pada mereka sebagaimana kami
menyukainya ada pada diri kami. Terima kasih.
By: EM
By: EM
0 komentar:
Post a Comment