Monday, 27 February 2017

Memilih Mereka yang Punya Integritas.

Bicara soal integritas di era pilkada 2017 ini sangat penting untuk kita pahami didalam hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Berkaitan dengan hal ini, didalam hati seluruh masyarakat  di Indonesia sangat ingin memilih seseorang pemimpin yang punya integritas untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan berbangsa.

Jack Welch, dalam bukunya yang berjudul “Winning” dikatakan bahwa, integritas  adalah sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui  kesalahan mereka dan mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara mereka, industri mereka dan perusahaan mereka – baik yang  tersurat maupun yang tersirat – dan mentaatinya. Mereka bermain untuk menang  secara benar (bersih), sesuai  peraturan yang berlaku.

Berbagai survei dan studi  kasus telah mengidentifikasikan bahwa, integritas atau kejujuran sebagai suatu  karakteristik pribadi yang paling dihasrati dalam diri seorang pemimpin yang baik.
Integritas itu sangat dibutuhkan oleh semua orang, tak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin. Orang-orang menginginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas tanggung-jawab mereka.

Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang menaruh kepercayaan kepada dirinya. Mereka senantiasa memilih yang benar dan berpihak kepada kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang.

Mengatakan kebenaran secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak untuk mengatakannya.
Kebenaran itu tetap diterapkan walau ada celaan dan ada yang tidak suka. Inilah prinsip yang diajarkan dalam Islam oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nasehat ini beliau sampaikan pada sahabat mulia Abu Dzarr.

Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan tujuh hal padaku:

1) Mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka,
2) Beliau memerintah agar melihat pada orang dibawahku (dalam hal harta) dan janganlah lihat pada orang yang berada diatasku,
3) Beliau memerintahkan padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat) walau kerabat tersebut bersikap kasar,
4) Beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada seorang pun,
5) Beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,
6) Beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat menyampaikan risalah di jalan Allah,
7) Beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa hawla wa laa quwwata illa billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena adanya Salaam Abul Mundzir).

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan contoh mengenai hadits ini “Berkata yang benar walaupun pahit” yaitu dalam hal orang yang biasa berkomentar sinis atau tidak suka terhadap kebenaran yang terjadi atau belum dan sudah terjadi.

Integritas adalah kualitas yang mendasar dan harus ada dalam diri seorang pemimpin. Dalam sebuah buku “Jonathan Lamb” yang berjudul, Integrity, Leading with God Watching, (Buku ini diterbitkan oleh Perkantas 2008. Bukunya Softcover, 246 halaman). Jonathan Lamb menulis, bahwa panggilan hidup untuk berintegritas tidak hanya dituntut oleh Allah.
Di semua lapisan masyarakat ada seruan yang kuat agar para pemimpin baik di bidang usaha, politik atau agama, hidup berintergitas.



Betapa  pentingnya hidup berintegritas, Lamb menjelaskan apa wujud dari integritas. Menurutnya ada tiga ciri integritas:

1. Ketulusan: Motivasi yang murni
2. Konsistensi: Menjalani hidup sebagai suatu keseluruhan
3. Keandalan: Mencerminkan ke tundukan kepada kekuasaan  Allah.

Dengan memakai gambaran Nabi Muhammad  Shalallahu Alaihi Wassalam, saya sebagai  ummat  islam bisa mencontoh beliau hidup sebagai seseorang yang berintegritas. Bagi saya, nabi sebagai pemimpin yang berintegritas sangat tepat  dan akan selalu menjadi panutan.
Kita sering di berikan penjelasan oleh para guru dan ulama tentang  sifat dan karakter Nabiyullah Shalallahu Alaihi Wassalam, seperti;

Sidik, Sidik berarti benar. Benar dalam perkataan maupun perbuatan. Kadang-kadang kita terlalu banyak berkata-kata tanpa hasil yang sejalan. Banyak kata yang dilontarkan, bahkan kadang-kadang berbohong hanya untuk mendapat pujian saja.

Amanah, Amanah memiliki arti benar-benar dapat dipercaya. Masih ingatkah mengapa Rasulullah dijuluki gelar ‘Al–Amin’? Nabi Muhammad berhak mendapatkan gelar mulia itu karena beliau selalu mengerjakan dengan sebaik-baiknya jika ada urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap kata yang diucapkan Nabi Muhammad adalah kejujuran. Belajar dari sifat Nabi tidak semudah teori yang ada.
Di zaman sekarang, nilai amanah ini semakin luntur. Banyak sekali kasus korupsi dan cacat moral di tempat bekerja atau tempat lainnya. Karakter pemimpin saat ini banyak yang dianggap tak layak, tetapi haus akan jabatan membuat orang tak peduli untuk saling sikut.

Fatanah, Fatanah berarti cerdas. Nabi Muhammad adalah suri teladan yang luar biasa cerdas. Cerdas bukan berarti sesuatu yang harus sempurna di bidang akademik saja, melainkan juga berpikir terbuka dan berbeda. Artinya, kita harus aktif dan memandang sesuatu dari segi kebaikan.

Tablig. Tablig yang berarti menyampaikan.  Sebagai umat muslim, kita memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran, meskipun pahit. Karakter pemimpin yang mencontoh sifat Nabi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin kita capai, mulailah dari diri sendiri karena dalam suatu keluarga apalagi berbangsa dan bernegara pasti ada selisih paham.

Jika kita mengalami hal ini, utarakanlah hal ini. Bersikaplah saling terbuka. Jangan memfitnah, menyebar kebencian atau berghibah. Berbeda pendapat itu rahmat karena itu jangan saling membenci. Lalu bagaimana kita bisa diam terhadap para penyeru dan penebar pemikiran sesat yang telah ditokohkan oleh sebagian umat Islam, padahal kesesatan mereka telah meracuni hati dan pikiran masyarakat sampai-sampai kebenaran dianggap sebagai kebatilan dan kebatilan justru dianggap benar?

Siapkah seseorang yang kita pilih itu melanjutkan karakter pemimpin seperti ini? Ini pasti akan terasa sangat sulit untuk dilakukan jika tidak memiliki tekad dan niat yang bulat dalam hati dan pikirannya.

Bahwa panggilan hidup berintegritas adalah hidup yang menunjukkan akuntabilitas, menunjukkan tanggung jawab dan rasa takut kepada Allah, termasuk dalam mengerjakan perkara-perkara kecil, terkait  integritas dalam  melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkannya.

Kepemimpinan dalam hal menggunakan otoritas, membangun komunitas, menangani kegagalan dan pengelolaan keuangan. Serta tantangan dalam mengendalikan  kelemahan dan kekuasaan, status dan ambisi yang sejati, keangkuhan dan panggilan untuk  berkorban.

Integritas sebagai cara hidup. Sangat  penting untuk memahami  tentang bagaimana hidup dengan rasa puas, hidup secara konsisten dan menjalani kehidupan secara autentik. 


Berpijak dari kesadaran ini, maka perkenankanlah kami memberi panggilan untuk memilih  mereka yang punya integritas, karena kami menyukai kebenaran dan kebaikan yang ada pada mereka sebagaimana kami menyukainya ada pada diri kami. Terima kasih.


By: EM


0 komentar:

Post a Comment