Dalam membangun hidup bernegara
perlu biaya untuk melayani kepentingan masyarakat dalam mendapatkan
kesejahteraan bersama. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH mengatakan bahwa pajak itu suatu iuran rakyat berasal dari
rakyat kepada kas negara yang mengacu atas dasar undang-undang yang bersifat dipaksakan
dengan tanpa memperoleh pengeluaran umum. agar dapat membiayai segala
pengeluaran rutin Negara dan surplusnya akan digunakan untuk public saving yang
merupakan sebuah sumber utama dalam membiayai public investment.
Fungsi pajak bila dilihat dari
kata kegunaan itu lebih cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok dari
pajak itu sendiri.diantaranya:
- Sebagai sumber dana bagi Negara
- Sebagai alat mengatur atau melaksanakan kegiatan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi.
- Digunakan untuk membangun fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan sebagai stabilisasi ekonomi.
Alasan pemungutan pajak dari
teori kepentingan, bahwa negara berhak memungut pajak karena penduduk negara
tersebut mempunyai kepentingan pada negara, makin besar kepentingan penduduk
kepada negara maka makin besar pula pajak yang harus dibayarnya kepada negara.
Negara satu-satunya badan atau
pihak yang memiliki hak untuk dapat memungut pajak. Pajak tersebut mesti berupa
uang, dan bukanlah dalam bentuk barang (goods). Artinya pajak itu bisa
dimaknai sebagai bentuk balas jasa yang sudah diberikan oleh masyarakat untuk
pemerintah berdasarkan fasilitas-fasilitas yang bisa kita nikmati untuk bisa
hidup layak dalam suatu negara.
Mari kita uraikan soal public
saving dan public investment.
Public saving adalah pendapatan
pajak yang tersisa pada pemerintah setelah di kurangi pengeluaran pemerintah.
Dengan adanya tabungan (saving) ini memungkinkan terjadinya penanaman modal, dimana penanaman modal akan memperbesar
kapasitas produksi ekonomi (tanpa sektor luar negeri) dalam kondisi full employment
dan tanpa mobilitas capital, tabungan menjadi penting bagi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, yang mekanismenya lewat pertumbuhan investasi.
Bagian dari pendapatan yang
dapat dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan
masyarakat (public saving). Penggabungan antara tabungan masyarakat dan
tabungan pemerintah dapat membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber “dana
investasi”.
Public Investment, adalah
investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun daerah yang sifatnya resmi, bertujuan melayani dan menciptakan
kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Kesejahteraan masyarakat suatu
bangsa secara umum tergambar oleh “Produk Domestik Bruto” (PDB), atau Gross
domestic product (GDP), yang dihasilkan oleh Negara tersebut. Semakin tinggi
PDB, semakin sejahtera masyarakatnya. Dengan demikian, maka tingkat
kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan investasi, yaitu
berupa “penciptaan nilai tambah (value added)”
Pemerintah mempunyai peranan
penting dalam pengembangan investasi nasional, baik yang dilakukan oleh negara
melalui APBD berupa investasi publik, maupun investasi yang dilakukan oleh
swasta (private), domestik, maupun asing. Maka peran ini tidak boleh hilang,
dibatasi atau tidak bisa dihalangi atau dihilangkan oleh alasan globalisasi,
atau perdagangan bebas, ataupun alasan lainnya karena hakikat bernegara ada
tiga hal yaitu adanya:
- Wilayah
- Rakyat yang diperjuangkan kepentingannya.
- Pemerintah yang berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar
Jadi berdasarkan fungsi dari
penyelenggara Negara itu untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat, maka
pemerintah tidak boleh menyerahkan perkembangan investasi kepada mekanisme
pasar atau pihak swasta saja. Namun harus mengatur dan mengawasinya.
Untuk mengenal jenis pajak yang
dipungut oleh pemerintah ke masyarakat didasari subjek dan objek pajak, antara
lain:
Pajak
tidak langsung.
Pajak tidak langsung yang dikenakan wajib pajak hanya kalau wajib pajak melakukan suatu bentuk perbuatan atau peristiwa tertentu. Oleh sebab itu, pajak tidak langsung itu tidak bisa dilakukan pungutan secara berkala, pajak hanya dapat dipungut kalau terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang dapat menimbulkan kewajiban dalam membayar pajak.
Contohnya; Pajak penjualan
dari barang mewah, pajak tersebut hanya dapat dikenakan, kalau sudah ada wajib
pajak yang telah melakukan penjualan terhadap barang mewah.
Pajak
langsung
Pajak langsung yang dikenakan secara berkala pada wajib pajak tersebut dimana berdasarkan adanya surat ketetapan pajak yang telah dibuat besarannya oleh kantor pajak.Pajak langsung ini mesti dipikul secara sendiri-sendiri oleh si wajib pajak, sebab pajak tersebut tak bisa dialihkan untuk pihak lain, berbeda halnya dengan pajak tidak langsung yang memang bebannya dapat dialihkan untuk pihak lain.
Contoh pajak langsung yakni
pajak penghasilan dan PBB atau Pajak Bumi dan bangunan.
Kemudian ada yang disebut pajak
daerah dan pajak negara.
Pajak
Negara
Pajak negara ialah suatu pajak yang diperoleh atau dipungut oleh pemerintah pusat lewat aparatnya yakni dirjen pajak, dirjen bea dan cukai dan kantor inspeksi pajak yang sudah tersebar di seluruh indonesia.
Contoh pajak negara yakni pajak
pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, bea materai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan.
Pajak
daerah
Pajak daerah ialah suatu pajak yang telah dipungut oleh pihak pemerintah daerah dan terbatas di rakyat daerah itu sendiri, baik yang telah dilakukan oleh Pemda tingkat I maupun pada Pemda tingkat II.
Contoh pajak daerah yakni pajak
hotel, pajak restoran, pajak sarang burung, pajak hiburan, pajak televisi dan
pajak radio.
Kalau ditinjau dari objek dan
subjek pajak.
1.
Pajak
subjektif
Pajak subjektif, yakni pajak yang pada pemungutannya itu berdasarkan atas subjeknya atau orangnya, dimana pada keadaan diri pajak itu bisa mempengaruhi jumlah yang mesti dibayar. Contoh pajak subjektif; yakni pajak kekayaan dan pajak penghasilan.
2.
Pajak
objektif
Pajak objektif, yakni pajak yang pada pemungutannya itu berdasarkan dari objeknya. Contoh pajak objektif; yakni pajak impor, pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, bea materai, bea masuk dan pajak kekayaan dan sebagainya.
Meski kita merasa cinta tanah
air dan berjiwa patriot pembela bangsa dan negara, tidak semua kita
diwajibkan "membayar" pajak (meski dalam ranah aturan formal,
boleh jadi ia hanya terikat kewajiban "melapor"). Siapa dan
setelah kapan kita diwajibkan membayar pajak ditentukan dalam UU materil pajak
itu sendiri (UU PPh) dan kemudian tata caranya ditentukan dalam UU formal pajak
(UU KUP).
Jika kita merasa sebagai
"orang pribadi" atau "manusia" yang yang bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kita boleh disebut sebagai
"Subjek" pajak, yakni siapa-siapa yang pada suatu saat akan
diwajibkan membayar pajak. Hal ini juga berlaku bagi suatu harta waris yang
belum sempat dibagikan. (Pasal 2 UU PPh)
Si-Subjek Pajak ini akan
jatuh pada kewajiban "membayar" pajak jika ia mendapat/memperoleh
penghasilan. Penghasilan itulah yang menjadi "Objek" pajaknya.
Apa yang dimaksud dengan "penghasilan" itu? Yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi (termasuk nyicil utang/leasing) atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun. (Pasal 4 UU PPh)
Nah, setelah memperoleh
penghasilan pun belum tentu harus membayar pajak, karena untuk mengupayakan
adanya rasa keadilan, si Subjek Pajak tadi harus dilihat perolehan objek
penghasilan sampai dengan nilai PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Kita harus mengetahui
"jurus" dasar menghitung pajak supaya kita tahu dan memahami dalam mengidentifikasi:
- Siapa Subjek,
- Siapa Objek,
- PTKP
- Tarif atau formula atau rumus menghitung dan
- Tata cara/aturan main.
Artinya kita wajib membayar
pajak yang terutang (yang kita hitung sendiri) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak (penghitungan pajak oleh petugas pajak).
(Pasal 12 UU KUP)
Inilah yang membedakan PPh
dengan pajak lainnya seperti pajak kendaraan dan PBB yang dhitung dulu oleh si
petugas, baru kita bayar.
Dengan demikian, kita dapat berlaku "jujur" dalam
menghitung pajak kita sendiri itu seraya kemudian "ikhlas" akan hasil
perhitungan tadi, harus berapakah pajak kita disetorkan sebagai bukti cinta dan
bakti kita untuk NKRI ini.
Jika kita berlaku curang, maka sama saja kita dengan koruptor yang justru hampir tiap hari kita ikut mencaci dan menyumpahi mereka.
Menurut hemat penulis sebagai muslim,
hendaknya kita bisa memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga yang mencintai Negara
kelahirannya, dan selalu berpegang teguh pada perintah Allah SWT:
"Dan sempurnakanlah
takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah
yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. Al-Isra':
35)
Terakhir sebelum penulis akhiri
tulisan ini, dalam beberapa waktu ini pemerintah sudah menggulirkan kebijakan “TAX AMNESTY” rasanya kita kadang suka merasa curiga dan antipati mendengar kata atau
kalimat; pajak..pajak..pajak lagi deh…pemerintah kita ini kayak gak kreatif
cari income bagi negara kecuali menambah sengsara masyarakat..”
Padahal kita
kadang suka berburuk sangka tanpa tahu apa tujuan dan maksud kebijakan ini. Penulis bukan petugas pajak
namun ingin berkontribusi memberikan pemahaman yang penulis ketahui kepada
pembaca. Agar pembaca memahami tujuan kebijakan pemerintah ini.
Arti sederhana dari “tax
amnesty “ itu pengampunan pajak, artinya penghapusan pajak bagi Wajib Pajak
(WP) yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak memenuhi kewajibannya
dalam membayar pajak dengan imbalan menyetor pajak dengan tarif lebih rendah.
Jadi intinya bahwa, tidak semua
yang ikut amnesty adalah pengemplang atau Wajib Pajak nakal. Kedua,
uang tebus ini bukan tarif pajak normal, uang tebus ini adalah uang persentase
terhadap aset yang belum pernah dilaporkan, sedangkan tarif pajak normal
dikalikan dengan income yang diterima orang dalam setahun. Ketiga kebijakan
tax amnesty ini selain untuk pemilik NPWP yang sudah menjadi wajib
pajak bisa untuk memperbaiki atau mendeklarasi harta yang belum dilaporkan, dan
juga bermanfaat untuk orang yang belum punya NPWP sehingga dia mulai catatan
sejarah, catatan pajaknya dengan clear dan tidak dengan lagi catatan
masalah di masa lalu lagi. Keempat, tax amnesty ini berlaku sampai September 2018
dan selanjut ada program “Voluntary Declaration”, dikutip dari http://www.kemenkeu.go.id/taxamnesty
Dengan dilakukannya tax amnesty
ini, diharapkan para pengusaha yang menyimpan dananya di luar negeri itu akan
memindahkan dananya ke Indonesia dan menjadi WP baru yang patuh sehingga dapat
meningkatkan pendapatan pajak negara. Kebijakan ini sudah pernah di luncurkan
di tahun 2008 ( sunset policy ).
Latar belakang kebijakan ini
untuk menaikan penerimaan anggaran dalam APBN kita baik di tahun ini atau
tahun-tahun sesudahnya yang akan membuat APBN kita lebih tumbuh
berkelanjutan. Otomatis ini akan banyak membantu program-program pembangunan
tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Semoga, kontribusi yang kita
tunaikan untuk negara disambut dengan amanahnya pemimpin dan penyelenggara
negara kita, sehingga tujuan mulia semua warga negara mengikat perjanjian
kenegaraan untuk mensejahterakan kita bersama dapat tercapai.
Semoga.
By: EM
0 komentar:
Post a Comment