Monday, 22 August 2016

PAJAK untuk Cinta kita pada Negara bro...

Dalam membangun hidup bernegara perlu biaya untuk melayani kepentingan masyarakat dalam mendapatkan kesejahteraan bersama. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH mengatakan  bahwa  pajak itu suatu iuran rakyat berasal dari rakyat kepada kas negara yang mengacu atas dasar undang-undang yang bersifat dipaksakan dengan tanpa memperoleh pengeluaran umum. agar dapat membiayai segala pengeluaran rutin Negara dan surplusnya akan digunakan untuk public saving yang merupakan sebuah sumber utama dalam membiayai public investment.

Fungsi pajak bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok dari pajak itu sendiri.diantaranya:

  1. Sebagai sumber dana bagi Negara
  2. Sebagai alat mengatur atau melaksanakan kegiatan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi.
  3. Digunakan untuk membangun fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan sebagai  stabilisasi ekonomi.


Alasan pemungutan pajak dari teori kepentingan, bahwa negara berhak memungut pajak karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan pada negara, makin besar kepentingan penduduk kepada negara maka makin besar pula pajak yang harus dibayarnya kepada negara.

Negara satu-satunya badan atau pihak yang memiliki hak untuk dapat memungut pajak. Pajak tersebut mesti berupa uang, dan bukanlah dalam bentuk barang (goods).  Artinya pajak itu bisa dimaknai sebagai bentuk balas jasa yang sudah diberikan oleh masyarakat untuk pemerintah berdasarkan fasilitas-fasilitas yang bisa kita nikmati untuk bisa hidup layak dalam suatu negara.

Mari kita uraikan soal public saving dan public investment.

Public saving adalah pendapatan pajak yang tersisa pada pemerintah setelah di kurangi pengeluaran pemerintah. Dengan adanya tabungan (saving) ini memungkinkan terjadinya penanaman modal,  dimana penanaman modal akan memperbesar kapasitas produksi ekonomi (tanpa sektor luar negeri) dalam kondisi full employment  dan tanpa mobilitas capital,  tabungan menjadi penting bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, yang mekanismenya  lewat pertumbuhan investasi.
Bagian dari pendapatan yang dapat dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan masyarakat (public saving). Penggabungan antara tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah dapat membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber “dana investasi”.

Public Investment, adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah yang sifatnya resmi, bertujuan melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Kesejahteraan masyarakat suatu bangsa secara umum tergambar oleh “Produk Domestik Bruto” (PDB), atau Gross domestic product (GDP), yang dihasilkan oleh Negara tersebut. Semakin tinggi PDB, semakin sejahtera masyarakatnya. Dengan demikian, maka tingkat kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan investasi, yaitu berupa “penciptaan nilai tambah (value added)”

Pemerintah mempunyai peranan penting dalam pengembangan investasi nasional, baik yang dilakukan oleh negara melalui APBD berupa investasi publik, maupun investasi yang dilakukan oleh swasta (private), domestik, maupun asing. Maka peran ini tidak boleh hilang, dibatasi atau tidak bisa dihalangi atau dihilangkan oleh alasan globalisasi, atau perdagangan bebas, ataupun alasan lainnya karena hakikat bernegara ada tiga hal yaitu adanya:
  1.  Wilayah
  2.  Rakyat yang diperjuangkan kepentingannya. 
  3.  Pemerintah yang berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar

Jadi berdasarkan fungsi dari penyelenggara Negara itu untuk kesejahteraan dan keadilan masyarakat, maka pemerintah tidak boleh menyerahkan perkembangan investasi kepada mekanisme pasar atau pihak swasta saja. Namun harus mengatur dan mengawasinya.
Untuk mengenal jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah ke masyarakat didasari subjek dan objek pajak, antara lain:

Pajak tidak langsung.

Pajak tidak langsung  yang dikenakan wajib pajak hanya kalau wajib pajak melakukan suatu bentuk perbuatan atau peristiwa tertentu. Oleh sebab itu, pajak tidak langsung itu tidak bisa dilakukan pungutan secara berkala, pajak hanya dapat dipungut kalau terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang dapat menimbulkan kewajiban dalam membayar pajak.

Contohnya; Pajak penjualan dari barang mewah, pajak tersebut hanya dapat dikenakan, kalau sudah ada wajib pajak yang telah melakukan penjualan terhadap barang mewah.

Pajak langsung

Pajak langsung yang dikenakan secara berkala pada wajib pajak tersebut dimana berdasarkan adanya surat ketetapan pajak yang telah dibuat besarannya oleh kantor pajak.Pajak langsung ini mesti dipikul secara sendiri-sendiri oleh si wajib pajak, sebab pajak tersebut tak bisa dialihkan untuk pihak lain, berbeda halnya dengan pajak tidak langsung yang memang bebannya dapat dialihkan untuk pihak lain.

Contoh pajak langsung yakni pajak penghasilan dan PBB atau Pajak Bumi dan bangunan.
Kemudian ada yang disebut pajak daerah dan pajak negara.

Pajak Negara

Pajak negara ialah suatu pajak yang diperoleh atau dipungut oleh pemerintah pusat lewat aparatnya yakni dirjen pajak, dirjen bea dan cukai dan kantor inspeksi pajak yang sudah tersebar di seluruh indonesia.

Contoh pajak negara yakni pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea materai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan.

Pajak daerah

Pajak daerah ialah suatu pajak yang telah dipungut oleh pihak pemerintah daerah dan terbatas di rakyat daerah itu sendiri, baik yang telah dilakukan oleh Pemda tingkat I maupun pada Pemda tingkat II.

Contoh pajak daerah yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak sarang burung, pajak hiburan, pajak televisi dan pajak radio.

Kalau ditinjau dari objek dan subjek pajak.

1.    Pajak subjektif

Pajak subjektif, yakni  pajak yang pada pemungutannya itu berdasarkan atas subjeknya atau orangnya, dimana pada keadaan diri pajak itu bisa mempengaruhi jumlah yang mesti dibayar. Contoh pajak subjektif;  yakni pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

2.    Pajak objektif

Pajak objektif, yakni  pajak yang pada pemungutannya itu berdasarkan dari objeknya. Contoh pajak objektif; yakni pajak impor, pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, bea materai, bea masuk dan pajak kekayaan dan sebagainya.

Meski kita merasa cinta tanah air dan berjiwa patriot pembela bangsa dan negara, tidak semua kita diwajibkan "membayar" pajak (meski dalam ranah aturan formal, boleh jadi ia hanya terikat kewajiban "melapor"). Siapa dan setelah kapan kita diwajibkan membayar pajak ditentukan dalam UU materil pajak itu sendiri (UU PPh) dan kemudian tata caranya ditentukan dalam UU formal pajak (UU KUP).

Jika kita merasa sebagai "orang pribadi" atau "manusia" yang yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada  di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kita boleh disebut sebagai "Subjek" pajak, yakni siapa-siapa yang pada suatu saat akan diwajibkan membayar pajak. Hal ini juga berlaku bagi suatu harta waris yang belum sempat dibagikan. (Pasal 2 UU PPh)

Si-Subjek Pajak ini akan jatuh pada kewajiban "membayar" pajak jika ia mendapat/memperoleh  penghasilan. Penghasilan itulah yang menjadi "Objek" pajaknya.

Apa yang dimaksud dengan  "penghasilan" itu? Yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi (termasuk nyicil utang/leasing) atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak  yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. (Pasal 4 UU PPh)

Nah, setelah memperoleh penghasilan pun belum tentu harus membayar pajak, karena untuk mengupayakan adanya rasa keadilan, si Subjek Pajak tadi harus dilihat perolehan objek penghasilan sampai dengan nilai PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Kita harus mengetahui "jurus" dasar menghitung pajak supaya kita tahu dan memahami dalam  mengidentifikasi: 

  • Siapa Subjek,
  • Siapa Objek, 
  • PTKP
  • Tarif atau formula atau rumus menghitung dan 
  • Tata cara/aturan main.


Artinya kita wajib membayar pajak yang terutang (yang kita hitung sendiri) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak (penghitungan pajak oleh petugas pajak). (Pasal 12 UU KUP)

Inilah yang membedakan PPh dengan pajak lainnya seperti pajak kendaraan dan PBB yang dhitung dulu oleh si petugas, baru kita bayar.

Dengan demikian, kita  dapat berlaku "jujur" dalam menghitung pajak kita sendiri itu seraya kemudian "ikhlas" akan hasil perhitungan tadi, harus berapakah pajak kita disetorkan sebagai bukti cinta dan bakti kita untuk NKRI ini.

Jika kita berlaku curang, maka sama saja kita dengan koruptor yang justru hampir tiap hari kita ikut mencaci dan menyumpahi mereka.

Menurut hemat penulis sebagai muslim, hendaknya kita bisa memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga yang mencintai Negara kelahirannya, dan selalu berpegang teguh pada perintah Allah SWT:

"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. Al-Isra': 35)

Terakhir sebelum penulis akhiri tulisan ini, dalam beberapa waktu ini pemerintah sudah menggulirkan kebijakan “TAX AMNESTY” rasanya kita kadang suka merasa curiga dan antipati mendengar kata atau kalimat; pajak..pajak..pajak lagi deh…pemerintah kita ini kayak gak kreatif cari income bagi negara kecuali menambah sengsara masyarakat..” 

Padahal kita kadang suka berburuk sangka tanpa tahu apa tujuan dan maksud kebijakan ini. Penulis bukan petugas pajak namun ingin berkontribusi memberikan pemahaman yang penulis ketahui kepada pembaca. Agar pembaca memahami tujuan kebijakan pemerintah ini.

Arti sederhana dari “tax amnesty “ itu pengampunan pajak, artinya penghapusan pajak bagi Wajib Pajak (WP) yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak dengan imbalan menyetor pajak dengan tarif lebih rendah.

Jadi intinya bahwa, tidak semua yang ikut amnesty adalah pengemplang atau Wajib Pajak nakal. Kedua, uang tebus ini bukan tarif pajak normal, uang tebus ini adalah uang persentase terhadap aset yang belum pernah dilaporkan, sedangkan tarif pajak normal dikalikan dengan income yang diterima orang dalam setahun. Ketiga kebijakan tax amnesty ini selain untuk pemilik NPWP yang sudah menjadi wajib pajak bisa untuk memperbaiki atau mendeklarasi harta yang belum dilaporkan, dan juga bermanfaat untuk orang yang belum punya NPWP sehingga dia mulai catatan sejarah, catatan pajaknya dengan clear dan tidak dengan lagi catatan masalah di masa lalu lagi. Keempat, tax amnesty ini berlaku sampai September 2018 dan selanjut ada program “Voluntary Declaration”, dikutip dari http://www.kemenkeu.go.id/taxamnesty

Dengan dilakukannya tax amnesty ini, diharapkan para pengusaha yang menyimpan dananya di luar negeri itu akan memindahkan dananya ke Indonesia dan menjadi WP baru yang patuh sehingga dapat meningkatkan pendapatan pajak negara. Kebijakan ini sudah pernah di luncurkan di tahun 2008 ( sunset policy ).

Latar belakang kebijakan ini untuk menaikan penerimaan anggaran dalam APBN kita baik di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya yang akan membuat APBN kita lebih tumbuh berkelanjutan. Otomatis ini akan banyak membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat.

Semoga, kontribusi yang kita tunaikan untuk negara disambut dengan amanahnya pemimpin dan penyelenggara negara kita, sehingga tujuan mulia semua warga negara mengikat perjanjian kenegaraan untuk mensejahterakan kita bersama dapat tercapai.

Semoga.



By: EM

0 komentar:

Post a Comment