Kadang
dalam kehidupan ini sering terjadi kontradiksi, contoh: ”Kenapa kalau kita menawarkan suatu barang dagangan
atau produk bikinan sendiri ke teman dekat, atau keluarga selalu mereka berpikir
kalau kita mencari untung besar dari uang mereka, padahal harga yang kita
tawarkan lebih rendah dan berkualitas dari harga yang dijual dipasar. Dan yang paling
menjengkelkan itu mereka tidak menghargainya. Justru mereka rela ditipu oleh
orang lain yang tak dikenal/asing dan ujug ujug malah mendukungnya. Ini
adalah contoh budaya bermental miskin yang sering kita temukan di sekitar
kita...!"
Bicara
soal budaya bermental miskin ini disebabkan oleh nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat yang menghambat masyarakat itu untuk berkembang dan maju. Feodalisme
merupakan salah satu nilai yang dalam hal ini menyebabkan budaya bermental
miskin. Ini mengakibatkan masyarakat
sulit untuk mengembangkan kreatifitas dalam berusaha.
Mereka
yang menganut paham ini lebih mempercayai produk atau dagangan orang asing
daripada keluarga atau bangsa sendiri. Inilah yang menjadikan masyarakat kita tanpa disadari tertanam budaya ber mental miskin, yaitu mental yang tidak ingin maju, tidak suka bekerja keras, pemalas,
dan suka menjilat serta mengagungkan karya bangsa asing. Budaya ini juga yang
memberi ruang untuk berbuat korupsi di negeri ini, akhirnya menjual harga diri
serta hilangnya rasa malu.
Saat
ini kita butuh budaya egaliter yakni
perlakuan yang setara dalam dimensi kehidupan sosial berkeluarga, dan bermasyarakat. Tidak memandang lagi bahwa orang lain apalagi orang asing/bule lebih tinggi
keberadaannya dalam perspektif sosial, budaya, teknologi dan lain sebagainya.
Kita
bisa rasakan kebanyakan orang Indonesia terpesona dengan keindahan fisik
orang-orang asing/bule. Kulit putih mulus, hidung mancung, rambut pirang, mata
biru adalah perlambang kecantikan dan ketampanan sempurna di mata orang-orang
Indonesia kebanyakan. Tak heran, jika banyak diantara orang-orang kita
meniru-niru lagak dan gaya mereka.
Sebaliknya
jika orang asing/bule belajar kebahagiaan kepada orang Indonesia, kenapa kita
hanya meniru gaya mereka saja. Teman saya spontan ngomong, kenapa kita
enggan belajar budaya kedisiplinan, kerja keras, integritas, dan
profesionalitas mereka dalam bekerja dan berdagang ya?
Bagi
saya pribadi, orang bule itu, atau orang Eropa dan Jerman khususnya (karena
saya ada disana), yang istimewa itu adalah etos kerja mereka. Mereka begitu
profesional di bidangnya. Serta budaya egaliter yang mereka jalani, seperti halnya
jabatan, pendidikan tak menjadikan orang merasa lebih terhormat dari lainnya. Mereka
jika bekerja sesuai kompetensi masing masing, fokus dan serius selama waktu
kerja. Seorang yang berkedudukan bos di
sebuah perusahaan merasa sama derajatnya dengan seorang pembersih MCK. Seorang bos membukakan pintu untuk seorang
pembersih toilet di sebuah kantor adalah hal yang lumrah dan wajar. Hal
demikian ini dianggap sebagai keadaan alami dari sebuah masyarakat. Dan
tentunya hal yang teramat langka ada di Indonesia.
Bagaimana
caranya mereka menjadi percaya diri untuk mulai berbisnis dan kreatif
menciptakan dan menggunakan produk sendiri dalam masyarakat mereka? Alasan
utamanya adalah karena mereka bersedia
mendukung bussines associate mereka, menjaga kepentingan satu sama lain, maka
secara alami mereka mendapatkan manfaat yang lebih banyak lagi..beda dengan
bangsa kita terutama pemimpinnya, mereka lebih suka membeli produk import yang
tidak berbasis pada kemampuan bangsa sendiri, dengan alasan lebih murah dan
teknologinya lebih baru. Kenapa pemimpin kita bersikap demikian? Karena
mental mereka yang miskin dan masih sangat feodal.
Teman-teman, saudara, keluarga serta pemerintah kita seharusnya secara bergantian
mendukung kita untuk berusaha dan berkarya demi mendapat manfaat dalam kehidupan masyarakat yang mandiri. Maka
lingkaran kesejahteraan masyarakat ini akan terus bertumbuh dan semakin
bertumbuh.
Sederhananya,
kita akan mulai bersemangat menjadi wiraswasta ketika kita bisa memahami apa yang kita lakukan.
Tidak
salah kalau mau berusaha untuk menjual atau menawarkan produk yang kita
hasilkan itu, yang menjadi orang pertama mempercayai kita adalah orang asing (diluar orang dekat di sekitar kita). Teman akan menutup diri dari penawaran
kita. Teman biasa akan menjauh, dan keluarga akan memandang rendah usaha kita.
Jika
suatu saat kita telah sukses, maka kita akan membayar semua tagihan mereka ketika
makan malam bersama, atau suguhan entertainment, dan disitu kita menyadari
semua orang yang tidak mendukung awal dari usaha kita tadi akan hadir, kecuali
orang asing yang pertama mempercayai kita lupa untuk dihadirkan.
Jelaslah bagi kita, dari proses menawarkan barang dagangan untuk memulai usaha tadi
sekarang kita sudah paham, hal yang menghambat kita untuk menjadi pebisnis itu
dimulai dari nilai budaya bermental miskin yang berkaitan pada nilai budaya
feodalisme.
Kita
juga harus ingat untuk memperlakukan pelanggan orang asing itu tadi lebih baik lagi! Dan demikian juga kepada sebagian teman yang tahu apa yang kita lakukan,
tetapi tetap mendukung kita.
Perlakukanlah
pelanggan pertama dan orang orang yang bersimpati kepada usaha kita lebih baik
lagi mulai hari ini. Karena mereka adalah pelanggan terbaik kita.
By: ZM 291215
By: ZM 291215
0 komentar:
Post a Comment