Tuesday 1 December 2015

Luka di akhir November .

Hari ini diakhir november, seharian kerja ku hanya tidur, bangun lalu tidur. Cuaca siang ini, hujan turun deras dan petir sambar menyambar diatas atap rumahku, rasanya sangat mencekam, ku pikir pasti sambarannya akan minta korban. ternyata bener apa yang ku pikir, ada satu trafo listrik di tepi jalan yang terbakar mematikan semua lampu di area tersebut.

Khusus hari ini aku tak berharap hujan turun dulu, meski perasaanku tak senyaman suasana yang ada saat ini. Aku butuh  cahaya matahari untuk menerangi pikiranku. Mulut boleh saja berkata; “Tak apalah aku tak bertemu si dia walau hanya ingin mendengar suaranya di bibir hand phone ku” tapi ternyata hati ku merasa tak  enak untuk menegurnya saat ini. Pasti yang akan kudengar kata kata yang bernada sumbang,  seperti biasanya  jika habis berdebat  panas  tentang hal yang kontradiktif maka dia akan menjawab atau bicara sekenanya saja (suka sebel juga kalau di gituin..)

Aah manusia, memang terlalu banyak menyembunyikan kebenaran didalam hatinya sendiri. Kadang membuat manusia yang lain semakin tak mengerti. Azhan Ashar berkumandang mengajak umat untuk sholat berjamaah, sebelumnya aku ambil wudhuk dulu. Biasanya kalau dah sampai masjid, jamaah yang duluan sudah menegakkan sholat. Lalu akupun berangkat ke mesjid dengan tergopoh gopoh dengan menggunakan payung.

Selesai sholat aku berdiri dulu di selasar masjid menunggu hujan sedikit reda, kadang aku sempatkan ngobrol  ringan dengan imam masjid atau jamaah yang aku kenal. Senang sekali berada di mesjid ini, masjid tempat aku menghilangkan beban pikiran dan mesjid juga memberi inspirasi hidup buatku. Tempat yang aku suka  mengalihkan pikiran sumpek  adalah pantai, pantai dan aroma laut memberi suasana  tenang dalam diriku. Di mesjid dan dipantai ini lah semua masalah hidupku sejenak bisa lupa. Apalagi angin lebih banyak berhembus dan membuat aku terkantuk kantuk dan kadang tertidur..hehehe. Terkadang aku juga suka melihat nelayan dengan anak istri mereka bekerja mengumpukan ikan tangkapannya  atau pengunjung yang melintas  bercanda dan bermesraan. Aku suka menebak apa yang mereka pikirkan dari tingkah laku mereka dan ini cukup menghiburku.

Bedanya di mesjid, biasanya setelah sholat isya, aku suka membantu penjaga masjid merapikan sajadah dan alquran di perpustakaan atau kadang diskusi dengan pak ustad. Semuanya semata meringankan beban pikiranku.

Hujan pun mulai reda, aku kembali pulang ke rumah. Aku baru menyadari hari ini akhir November dan esok  memasuki Desember. November telah memberi  luka dalam hatiku yang semestinya  memberi sesuatu yang menggebu tapi malah menguap  begitu saja dalam hidupku. Baru pertama kalinya aku bisa mengingat bulan ini sebagai bulan yang telah menghempaskan  harga diriku sampai di luar batas kesabaranku, pertemuan yang kuharap menjadi kenangan manis  telah di tercidera oleh sikap euforia individu. Dan menusuk juga kepada  orang yang  aku cintai selama hidupku. Beban kesalahan dan rasa sakit itu makin bertambah dalam diriku. Aku bukanlah type yang suka mencari identitas dari sohornya orang lain, tapi aku akan bahagia melihat orang lain sukses meraih kerja kerasnya selama ini. Aku bangga dengan kemampuan diriku sendiri bukan jadi bangga  dekat dengan orang yang dibangga kan orang lain. Semua hal di dunia ini bukanlah tujuan bagiku. Mengenali banyak orang semata untuk merangkai tali persaudaraan, hidup ini hanya sementara jadi yang ku perlukan adalah saling menghargai eksistensi  hidup masing masing. Yang aku tidak suka manusia yang sombong dan lupa dengan ketentuan Allah.

Di penghujung November  ini aku resah dan di selimuti  rasa salah. Ingin rasanya aku balikin waktu ini karena sebal. Agar goresan itu kembali utuh seperti semula. Aaahhh gak mungkin la yauu... itu  hanya mimpi... walau hanya pertemuan  singkat tapi tlah diperpanjang oleh kenangan buruk.. menyesal? Apa yang harus kusesali sekarang.. Aku harus menerima semua itu meski ketegaran hatiku jadi taruhannya. Sakit, perih, tercabik-cabik, tersayat-sayat. Oh Tuhan inikah rasanya berjalan diatas titian luka? Luka itu makin menganga manakalah dirinya  mengatakan “gak kebayang, gara gara  ditawarin sama kamu..malah perih yang kudapat..kenapa?”

Tidakkah dia tahu kalau hati dan bathinku juga terluka merasakan yang dia rasakan, dia salah menilaiku. Mungkin dia pikir aku akan berpihak, namun kenapa sebelumnya dia tidak terbuka bercerita padaku. Dan juga bertanya bagaimana sikapku? Karena saat itu yang terbayang dalam pikiranku soal sikapnya untuk menghindariku untuk bersamanya. Kubiarkan hati kecilku menjerit tanpa suara.....uuuh kenapa kok ada saja yang mengingatkan november ini  pada perihnya sebuah peristiwa.

Sesungguhnya aku semakin tak mengerti, perih macam apa yang Tuhan berikan padaku saat ini. Dan aku jadi membenci akhir November tahun ini.....


By: KT301112

0 komentar:

Post a Comment