Hari
ini diakhir november, seharian kerja ku hanya tidur, bangun lalu tidur. Cuaca
siang ini, hujan turun deras dan petir sambar menyambar diatas atap rumahku,
rasanya sangat mencekam, ku pikir pasti sambarannya akan minta korban.
ternyata bener apa yang ku pikir, ada satu trafo listrik di tepi jalan yang
terbakar mematikan semua lampu di area tersebut.
Khusus
hari ini aku tak berharap hujan turun dulu, meski perasaanku tak senyaman
suasana yang ada saat ini. Aku butuh cahaya matahari untuk menerangi
pikiranku. Mulut boleh saja berkata; “Tak apalah aku tak bertemu si dia walau
hanya ingin mendengar suaranya di bibir hand phone ku” tapi ternyata hati ku
merasa tak enak untuk menegurnya saat
ini. Pasti yang akan kudengar kata kata yang bernada sumbang, seperti biasanya jika habis berdebat panas
tentang hal yang kontradiktif maka dia akan menjawab atau bicara
sekenanya saja (suka sebel juga kalau di gituin..)
Aah manusia, memang terlalu banyak menyembunyikan kebenaran didalam hatinya
sendiri. Kadang membuat manusia yang lain semakin tak mengerti. Azhan
Ashar berkumandang mengajak umat untuk sholat berjamaah, sebelumnya aku ambil
wudhuk dulu. Biasanya kalau dah sampai masjid, jamaah yang duluan sudah
menegakkan sholat. Lalu akupun berangkat ke mesjid dengan tergopoh gopoh dengan
menggunakan payung.
Selesai
sholat aku berdiri dulu di selasar masjid menunggu hujan sedikit reda, kadang
aku sempatkan ngobrol ringan dengan imam
masjid atau jamaah yang aku kenal. Senang sekali berada di mesjid ini, masjid
tempat aku menghilangkan beban pikiran dan mesjid juga memberi inspirasi hidup
buatku. Tempat yang aku suka mengalihkan
pikiran sumpek adalah pantai, pantai dan
aroma laut memberi suasana tenang dalam
diriku. Di mesjid dan dipantai ini lah semua masalah hidupku sejenak bisa lupa.
Apalagi angin lebih banyak berhembus dan membuat aku terkantuk kantuk dan
kadang tertidur..hehehe. Terkadang aku juga suka melihat nelayan dengan anak
istri mereka bekerja mengumpukan ikan tangkapannya atau pengunjung yang melintas bercanda dan bermesraan. Aku suka menebak apa
yang mereka pikirkan dari tingkah laku mereka dan ini cukup menghiburku.
Bedanya
di mesjid, biasanya setelah sholat isya, aku suka membantu penjaga masjid
merapikan sajadah dan alquran di perpustakaan atau kadang diskusi dengan pak ustad. Semuanya semata meringankan beban pikiranku.
Hujan
pun mulai reda, aku kembali pulang ke rumah. Aku baru menyadari hari ini akhir
November dan esok memasuki Desember.
November telah memberi luka dalam hatiku
yang semestinya memberi sesuatu yang
menggebu tapi malah menguap begitu saja
dalam hidupku. Baru pertama kalinya aku bisa mengingat bulan ini sebagai bulan
yang telah menghempaskan harga diriku
sampai di luar batas kesabaranku, pertemuan yang kuharap menjadi kenangan manis
telah di tercidera oleh sikap euforia
individu. Dan menusuk juga kepada orang
yang aku cintai selama hidupku. Beban kesalahan
dan rasa sakit itu makin bertambah dalam diriku. Aku bukanlah type yang suka
mencari identitas dari sohornya orang lain, tapi aku akan bahagia melihat orang
lain sukses meraih kerja kerasnya selama ini. Aku bangga dengan kemampuan
diriku sendiri bukan jadi bangga dekat
dengan orang yang dibangga kan orang lain. Semua hal di dunia ini bukanlah
tujuan bagiku. Mengenali banyak orang semata untuk merangkai tali
persaudaraan, hidup ini hanya sementara jadi yang ku perlukan adalah saling
menghargai eksistensi hidup masing
masing. Yang aku tidak suka manusia yang sombong dan lupa dengan ketentuan Allah.
Di
penghujung November ini aku resah dan di
selimuti rasa salah. Ingin rasanya aku
balikin waktu ini karena sebal. Agar goresan itu kembali utuh seperti semula. Aaahhh gak
mungkin la yauu... itu hanya mimpi... walau hanya
pertemuan singkat tapi tlah diperpanjang oleh kenangan buruk.. menyesal? Apa yang harus kusesali sekarang.. Aku
harus menerima semua itu meski ketegaran hatiku jadi taruhannya. Sakit, perih,
tercabik-cabik, tersayat-sayat. Oh Tuhan inikah rasanya berjalan diatas titian
luka? Luka itu makin menganga manakalah dirinya mengatakan “gak kebayang, gara gara ditawarin sama kamu..malah perih yang kudapat..kenapa?”
Tidakkah
dia tahu kalau hati dan bathinku juga terluka merasakan yang dia rasakan, dia salah menilaiku. Mungkin dia pikir aku akan berpihak, namun
kenapa sebelumnya dia tidak terbuka bercerita padaku. Dan juga bertanya bagaimana sikapku? Karena saat itu yang terbayang dalam pikiranku soal sikapnya untuk menghindariku untuk bersamanya. Kubiarkan hati
kecilku menjerit tanpa suara.....uuuh kenapa kok ada saja yang
mengingatkan november ini pada perihnya
sebuah peristiwa.
Sesungguhnya aku semakin tak mengerti, perih macam apa yang Tuhan berikan padaku saat ini. Dan aku jadi membenci akhir November tahun ini.....
By: KT301112
0 komentar:
Post a Comment