Bunda pertiwiku yang cantik
rupawan… Engkau tak pernah putus bertasbih memuji-Nya. Sedangkan aku
hanya menikmati saja hasilmu melalui pergantian musim yang tlah diaturNya. Aku
malu pada imanku yang tak lagi menggelora di dada.
Bunda… Engkau tak pernah marah, ketika ku hanguskan kulit tubuhmu dengan api dan mata bor di
setiap lekuk tubuhmu yang elok rupa. Walau wajah keangkaraan telah membutakan
nurani ini, namun engkau tak pernah berontak apalagi marah mencubit atau memukulku, ketika ku timbun sisa plastik dan sampah busuk lalu kuserakan.
Engkau masih saja tersenyum dan membelaiku dengan lambaian dedaunan yang
rimbun. Sehingga diriku tak dapat disentuh sang mentari.
Wahai bunda pertiwi ku, betapa sabarnya dirimu ketika akhlakku dikalahkan oleh keegoisanku. Kesombongan dan kepentinganku demi kapital dan keuntungan usahaku yang lebih di nomorsatukan…engkau tetap sabar..lalu mayat mayat kecil penerus generasi dari siksaan gas sisa pembakaran itu telah bergelimpangan didalam perutmu..namun engkau tetap sabar….
Wahai bunda pertiwi ku, betapa sabarnya dirimu ketika akhlakku dikalahkan oleh keegoisanku. Kesombongan dan kepentinganku demi kapital dan keuntungan usahaku yang lebih di nomorsatukan…engkau tetap sabar..lalu mayat mayat kecil penerus generasi dari siksaan gas sisa pembakaran itu telah bergelimpangan didalam perutmu..namun engkau tetap sabar….
Bunda, di usiamu yang telah renta, Kini kurasa semakin lama kesejukan darimu tak pernah lagi menghampiri, aku rindu suasana itu. Tempat berteduh dan
rindangnya dedaunan makin sulit kucari untuk bermain petak umpet. Gersang,
tandus, kering dan teriknya sang mentari serasa mencambuk diriku dengan
cahayanya. Tak ada lagi rasa damai dalam jiwamu yang mulai makin redup karena menahan sakit.
Sesal menggumpal dalam hatiku wahai bunda, kehampaan dan gelisah. Apakah semua ini
karena kelancangan sikap tanganku, engkau menjadi rusak dan nestapa? Wahai bunda, aku tak pernah menyalahkanmu…ini bukan salahmu, bukan juga kehendakmu.
Engkau korban dari kesombonganku, kelalaianku, ketamakanku dan kecerobahanku.. Aku menyesal. Aku berjanji padamu bunda, akan menutup
semua kesalahanku dengan taubat nasuha.
Aku akan hias diriku dengan do’a-do’a keselamatan dan syukur nikmat demi kehidupan dunia akhirat, bumi dan langit serta semua isi alam ini dengan rasa tawadhuk serta khusuk.
Ya Tuhan, bersitkan hatiku dengan petunjukMu ke dalam diriku dengan segumpal ke insyafan. Bimbinglah aku ke jalan-Mu yang lurus. Agar aku dapat menjaga intan permata alam khatulistiwa tetap indah dan ramah…
Berilah petunjukMu ya Allah kepada saudaraku yang juga sibuk meraup keuntungan dengan tamaknya agar sadar…bahwa BUMI yang HIJAU adalah HAK KEHIDUPAN semua isi ALAM SEMESTA.
Aku akan hias diriku dengan do’a-do’a keselamatan dan syukur nikmat demi kehidupan dunia akhirat, bumi dan langit serta semua isi alam ini dengan rasa tawadhuk serta khusuk.
Ya Tuhan, bersitkan hatiku dengan petunjukMu ke dalam diriku dengan segumpal ke insyafan. Bimbinglah aku ke jalan-Mu yang lurus. Agar aku dapat menjaga intan permata alam khatulistiwa tetap indah dan ramah…
Berilah petunjukMu ya Allah kepada saudaraku yang juga sibuk meraup keuntungan dengan tamaknya agar sadar…bahwa BUMI yang HIJAU adalah HAK KEHIDUPAN semua isi ALAM SEMESTA.
By: Api Prahara 291015
0 komentar:
Post a Comment