Saturday 16 July 2011

Pernikahan yang Mulai Rawan

Rumah tangga adalah satu kehidupan realita yang melibatkan manusia di dalamnya yang berperan secara aktif dan bertimbal balik.

Dalam membangun mahligai rumah tangga, memang ada saat-saat tegang dan kritis, terutama ketika masa-masa tahun madu telah pudar. Tatkala pasangan suami istri memasuki kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya. Ada persepsi bahwa pada usia pernikahan 2-7 tahun merupakan usia rawan membangun mahligai rumah tangga. Mengapa terjadi dalam masa itu?

Pada masa usia pernikahan itu, keretakan rumah tangga dapat muncul yang disebabkan beberapa factor berikut ini.

1. Karakter watak asli kedua belah pihak mulai terbuka. Sebab, akan ada suatu masa istri atau suami mungkin tidak menyangka bahwa pasangannya berwatak seperti ini dan seperti itu.

2. Suami mulai terjerat dengan kesibukan mencari sumber-sumber rizki, sedangkan istri mulai merasa letih dengan pengurusan anak-anak yang seakan-akan dibebankan kepadanya saja. Bantuan dari orang tua keduanya pun biayanya telah berkurang. Pada saat inilah, pasangan suami istri menghadapi problema kehidupan rumah tangga yang serius dan perlu penyesuaian baru yang lebih realistis dibandingkan ketika awal-awal menikah.

3. Keletihan seringkali menimbulkan sikap yang tidak wajar dalam hubungan suami istri. Pada istri dengan type tertentu mungkin timbul rasa bosan dan curiga terhadap sikap suaminya yang kurang perhatian. Sebaliknya pada suami tertentu juga terjadi rasa kesal terhadap sambutan istrinya yang dingin. Apabila salah seorang atau keduanya mempunyai sifat egois atau enggan memaklumi. Maka akan mudah terjadi benturan. Inilah awal perselisihan paham yang kemudian menimbulkan percekcokan.

4. Pola komunikasi yang teratur dan sehat belum ditemukan antara pasangan suami istri. Padahal sesibuk apapun, hubungan interaksi suami tidak boleh terganggu. Komunikasi yang manis hendaknya berjalan lancar. Kehadiran anak adalah rahmat dan amanah Allah yang tentu saja bukan menjadi titik awal permasalahan. Bila pasangan suami istri menyadari, hal ini akan melahirkan kebahagiaan, keutuhan, keharmonisan, dan kepuasan tersendiri dalam membangun mahligai rumah tangga.

Ketidak puasan suami atau istri seringkali dianggap sebagai biang keladi keributan rumah tangga. Karena merasa tidak puas, Hal ini seringkali mengawali percekcokan sehingga terjadi ketegangan dan pertengkaran. Padahal, pertengkaran dan perselisihan itu dapat menimbulkan efek negative dalam pernikahan.Bila tidak segera diantisipasi, kondisi ini dapat mengakibatkan keretakan rumah tangga, dan bahkan seringkali berakhir dengan perceraian.

Rumah tangga adalah satu kehidupan realita yang melibatkan semua manusia yang berperan di dalamnya secara aktif dan bertimbal balik. Interaksi suami istri merupakan bagian terpenting dari bangunan rumah tangga tersebut.

Ketidakpuasan dalam interaksi inilah yang seringkali menjadi permasalahan. Semua orang pasti ingin puas. Namun kepuasan tidak selalu berarti mendapat apa yang diharapkan. Puas dalam artian umum, adalah perasaan hati seseorang yang merasa senang, karena sesuatu yang menjadi keinginannya tercapai.

Namun, keinginan kita pribadi belum tentu seluruhnya posiif dan dapat diterima orang lain. Karena seringkali keinginan itu dilandasi bahwa nafsu yang tercela. Begitu pula dalam hubungan suami istri, bila semata-mata kepuasan lahiriah yang menjadi ukuran, maka rumah tangga menjadi rapuh dan sering terancam badai. Ada kepuasan lain yang nilainya jauh lebih tinggi Islam mengajarkan kepada kita untuk merasa puas dengan memberi dan bukan dengan menerima. Itulah kepuasan orang yang meyakini bahwa hubungan interaksi rumah tangga merupakan ibadah kepada Allah.

Pasangan suami istri dalam rumah tangga islam hendaknya sama-sama meyakini bahwa memberikan sesuatu kepada pasangan hidupnya merupakan pangkal kebahagiaan. Bagaimanapun, orang-orang mukmin siap untuk bersifat al a’tho (selalu memberi) dan berkorban dengan landasan takwa dan meyakini pahala yang terbaik yang Allah sediakan di akhirat kelak. Itulah yang membuat mereka lebih mudah dalam menemukan solusi dari segala kesulitan hidup. Dalam usia rawan pernikahan ini, maka saling pengertian diantara mereka harus ditingkatkan.

Suami yang bijaksana dan sadar sepenuhnya, bahwa dia telah membebani istri dengan anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya sebagai ayah. Dia menyadari kelemahan dirinya yang tidak mampu untuk mengemong bayi, menyusukan, atau memandikannya. Karena itu, rasa cintanya meningkat kepada istri yang telah memberi begitu banyak untuk dirinya. Suami tidak terlalu menuntut istri yang kurang memperhatikan dirinya karena sesungguhnya perhatian istri mulai terbagi dengan anak-anaknya. Dia bekerja lebih rajin bukan disebabkan keinginan pribadi, tetapi karena tuntutan kebutuhan rumah tangga semakin besar. Jadi, kurangnya perhatian terhadap dirinya itu bukan karena melemahnya cinta, tetapi karena dia memberikan kesempatan kepadanya untuk lebih memberi perhatian terhadap anak-anak dan urusan rumah tangga.

Iklim komunikasi yang sehat dan penuh keterbukaan akan memudahkan pasangan suami istri menyalurkan ungkapan-ungkapan perasannya. Perbincangan tentang apa sajadengan memperhatikan adab dan kesopanan dapat melenturkan ketegangan dan menghilangkan berbagai perasangka buruk yang mengganggu hubungan interaksi suami istri. Sebab, perasaan tentram dibangun melalui hubungan yang intensif baik dari sisi rohani, pemikiran maupun jasmani.

disadur dari :post, rakha' on Rabu, 09 Februari 2011
keluargasakinahku.com./AR.1611.

0 komentar:

Post a Comment