Monday 10 December 2012

Jawaban itu sudah ada dalam diriku sendiri..

Nyaris lelah memasuki hari tua. Tiba-tiba aku ingat masa kecilku :
Terima kasih ibu engkau telah melahirkan aku ke dunia ini dengan penuh pengorbanan, mengorbankan nyawamu sendiri untuk seorang anak yang engkau berharap kelak aku akan menjadi orang yang berguna.
Terima kasih ini tak mampu membayar semua yang ibu lakukan menjaga aku, melindungi aku dari apa pun yang membuat ku menangis. Disaat aku menangis ibu selalu menghapus air mata ku dan menenangkan ku.
Ibu mengantarku ke sekolah untuk kali pertama dengan rasa senang dan bangga melihat anaknya sudah besar, berharap anak nya kelak akan menjadi orang yang berhasil seperti anak-anak keluarga lain, aku bangga banget ibu selalu berusaha agar aku tetap sekolah, tidak bodoh. 
Pesan ibu yang selalu aku ingat sampai sekarang "Jika kelak kamu menjadi orang yang sukses  jangan lupakan orang yang pernah membantumu di waktu kamu susah". 

Masa kecilku cukup bahagia ... tanpa beban, sekarang pun kadang kalau meliat anak kecil, senang sekali karena melihat mereka tidak punya beban hidup! Juga mata yang bening tanpa guratan-guratan merah seakan bermakna belum punya dosa. Beda dengan kita, coba deh ngaca. 
Sama seperti anak lain, aku ingin cepat besar bisa cari duit sendiri. Terbayang naik bis ke kota, naik kereta, pesawat terbang keliling dunia…. oh, indahnya.

Kapan aku cepat besar? Punya istri cantik yang penyayang, memperlakukan aku dengan manja. Semua terbayang indah dalam lamunan indah hampir saban sore di teras rumahku sembari duduk bersandar. 
Begitu menginjak dewasa, kerja, berumahtangga…. Opps! Koq pusing. Makin banyak milik banyak perkara. Coba  cari banyak harta, kejar karir. Juga tambah pusing. Busyet, kalo dipikir-pikir enakan dulu waktu kecil tinggal nodong orang tua, masa bodo orang tua cari dari mana pokoknya  ada...gak ada itu ceritanya gak ada..harus ada!

Berjalannya waktu di saat aku mulai lelah baru ngerti ..istilahnya “arif” atau nyadari  bahwa disituasi dan posisi manapun kita tidak ada punya rasa puas, rasa cukup.
Selama banyak berharap di situ banyak kecewa. Berharap hujan turun dari langit, air di tampayan diguyuri maka gelas minum pun jadi tumpahan kecewa.

Sampailah sudah aku pada  titik simpul pemahaman sikap, dimana saat ku berhadapan dengan suatu masalah aku berkata dalam hati “Kalau mau ber syukur, bisa gak yaa?? Dan harus bisa syukur.” Ikhlaskan apapun yang terjadi.
Aku tahu semua ini hanya “benar”  buat diriku, putusanku, hidupku. Tidak menyalahkan siapapun yang menertawakan aku. Aku bebas untuk ditertawai, aku ikut bahagia jika yang menertawaiku benar-benar bahagia…. mungkin hanya itu bergunanya aku ada untuk yang ada dan ingin ada.
Aku sering merana dalam keadaan yang frontal tidak ada daya ketika upaya telah hilang dari semangat yang kadang naik dan turun di dalam jiwa ini, fakta dalam kehidupan begitu mengenaskan.

Hari ini aku sontak mengingat kejadian diri ketika saat masih bocah ingusan dulu, aku dilahirkan untuk apa? Jika aku tidak pernah merubah sikap untuk menjadi lebih baik dan seperti harapan ibu padaku.
Aku kira selama ini hanya melihat diri sendiri saja, aku suka malu jika kadang sering mengeluh, aduhhh ini dan itu...maafkanlah hamba ya Allah, berdoa dalam khusyuk. Janganlah berdoa seperti orang munafik.apa yang kita inginkan selalu diberikan suatu tanggung jawab oleh Allah.
Manusia tempat salah dan lupa, pernyataan tersebut menjadikan ku tidak luput dari kesalahan dan harus saling memaafkan untuk memperbaikinya.
Apakah di hari aku di hadirkan di dunia ini, sudah menjadi momentum untuk berubah lebih baik atau hanya perayaan seremonial saja????.
Tentu jawaban itu sudah ada dalam diriku sendiri..doakan aku moga berhasil untuk jadi lebih baik lagi.
.

0 komentar:

Post a Comment