Saturday 10 December 2011

Kesepian, Kebahagiaan dan Cinta.


Kesepian adalah perasaan kekurangan dalam hubungan sosial yang menyediakan kesempatan untuk keintiman atau kedekatan emosional dan persahabatan. Orang bisa merasa sepi dalam keramaian, dan merasa ramai dalam kesepian, sebab rasa sepi sangat subjektif. Meskipun dikelilingi puluhan orang setiap hari, mereka yang merasa kurang memiliki hubungan yang intim, hangat dan akrab dengan seseorang tetap akan merasa sepi. Sebaliknya ada juga yang hanya bertemu dengan satu orang saja sehari sekali, tidak merasa sepi karena yang ditemui dirasakan mampu memberikan rasa dekat.

Orang merasa sepi dalam hidupnya jika tanpa cinta. Tidak jarang, rasa kesepian merupakan pendorong bagi seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Bukankah biasa kita mendengar mereka yang menikah hanya karena takut akan kesepian pada masa senjanya?!

Cinta, meskipun kemunculannya benar-benar bebas. Tapi ekspresinya tidaklah bebas. Ia terkungkung norma budaya. Sampai saat ini masih sangat banyak yang beranggapan bahwa menikah akan membuat orang berbahagia selamanya. ‘Living happily ever after’, demikian istilahnya dalam bahasa inggris. Benarkah hal tersebut? Banyak ilmuwan mengatakannya sebagai mitos. Rasa bahagia pasti menurun pada saat-saat tertentu dan naik pada saat yang lain.

Saat ini, cinta memang menjadi landasan untuk menikah bagi sebagian besar orang. Contohnya Anda, apakah Anda mau menikah dengan orang yang tidak ada cintai? Anda tentu memilih menikah dengan orang yang Anda cintai. Namun demikian, pernikahan boleh jadi tanpa cinta dan tidak semua pencinta yang menginginkan pernikahan, benar-benar menikah. Sebab pernikahan bukan hanya tentang cinta.

Perempuan akan lebih mudah jatuh cinta pada mereka yang memiliki sumberdaya berlimpah. Anggapan bahwa perempuan itu ‘matre’, ada benarnya. Namun, itu sama sekali bukan keburukan. Itu adalah strategi alamiah yang dimiliki perempuan untuk bertahan hidup dan survival.

Kualitas pernikahan merupakan hal terpenting ketimbang status pernikahan itu sendiri. Sebuah ironi tetap mempertahankan status pernikahan bila sementara pernikahan itu tidak memiliki kualitas yang baik. Seringkali orang-orang yang berkata bahwa pernikahan mereka memuaskan dan juga menemukan cinta terhadap pasangannya, mereka juga melaporkan tidak bahagia, tidak puas dengan hidupnya, atau tertekan. Pernikahan yang mereka alami itu tentulah pernikahan yang kurang berkualitas. Pernikahan yang berkualitas haruslah menimbulkan kebahagiaan pelakunya, memuaskan diri pelakunya dan membuat pelakunya merasa bebas. Orang yang berbahagia dalam pernikahan lebih mudah tertawa dalam hidupnya. Mereka juga lebih hangat, lebih percaya, lebih perduli, dan lebih memperhatikan orang lain.

Apakah kunci sukses sebuah pernikahan? Sementara orang menjawab dengan kesamaan. Hal itu benar sebagian. Bagaimanapun kesamaan yang ada diantara pasangan, baik kesamaan nilai-nilai, kesamaan sikap dan lainnya, akan membuat hubungan terhindar dari banyak konflik. Akan tetapi hidup merupakan proses. Manusia semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perubahan merupakan suatu keniscayaan. Masing-masing pasangan pastilah akan berubah menjadi berbeda, minimal karena bertambahnya pengalaman hidup. 

Kita mungkin cukup similar atau sama dengan pasangan kita saat ini. Akan tetapi 10 tahun mendatang, apakah kita bisa menjamin kita akan tetap sama? Oleh karena itu kesamaan belaka tidaklah cukup dalam sebuah pernikahan yang langgeng dan sukses. Jauh lebih penting adalah komitmen untuk ‘berbicara’. Melalui komitmen untuk berbicara, berbagai perbedaan dan konflik yang timbul bisa didiskusikan dan dicari pemecahannya bersama sehingga bisa memberi kepuasan bersama pula.

Dalam pernikahan yang berhasil, hubungan yang positif (tersenyum, menyentuh, memuji, tertawa) lima kali lebih banyak daripada hubungan yang negatif (menyindir, menolak, menghina).

Setiap orang memiliki alasan mengapa mereka tetap mempertahankan hubungan dengan pasangannya. Namun tidak semua orang menyadari alasan mereka. Mereka hanya menjalani hubungan tanpa bertanya-tanya, “mengapa aku tetap berada dalam hubungan ini, mengapa tidak berpisah dengannya?” Sebagian orang cukup kritis dengan bertanya sebab-sebab mereka tetap melanjutkan hubungan dengan pasangan. Mereka mengintropeksi diri dan menelisik ke dalam diri mereka sendiri untuk tahu jawabannya. Sebagian dari mereka hanya memiliki satu alasan tetap bertahan, misalnya adanya anak-anak. Namun sebagian yang lain memiliki beberapa alasan sekaligus, misalnya adanya anak-anak, takut hidup sendiri, dan adanya komitmen yang telah diikrarkan. 

Meskipun anda dan pasangan anda sama-sama memutuskan bertahan dalam hubungan, alasannya bisa berbeda. Mungkin anda memiliki alasan bertahan karena adanya anak-anak yang butuh keluarga untuh untuk mengasuh mereka. Anda tidak ingin anak-anak hidup tanpa ayah dan ibunya. Anda tidak ingin mereka mengalami situasi buruk karena perpisahan orangtuanya. Sedangkan bisa saja pasangan anda tetap bertahan karena takut dikecam pihak keluarga besar jika berpisah. Si dia waswas akan tidak diterima pihak keluarga jika berpisah dengan anda. Begitu juga jika alasan anda tetap bertahan dalam hubungan adalah karena mencintai pasangan. Belum tentu pasangan anda tetap bertahan karena mencintai anda. Mungkin dia bertahan karena secara finansial tergantung pada anda. 

Nah, apa alasan anda tetap terus melanjutkan hubungan dengan pasangan anda? Lalu apa alasan pasangan anda tetap menjalin hubungan dengan anda? 

Berikut adalah 7 alasan utama orang tetap menjalin hubungan cinta dengan pasangannya. Perhatikan baik-baik. Anda akan lebih menyadari alasan anda dengan mencermatinya.
1. Kelekatan emosional anda mungkin terus melanjutkan hubungan karena sangat mencintai pasangan anda dan merasa begitu lekat padanya. Anda merasa memiliki keintiman atau kedekatan yang begitu dalam dengannya. Anda ingin berbagi hidup dengannya. Anda merasa bahagia bersamanya. Anda merasa puas dengan hubungan yang anda jalani. Anda tidak menemukan adanya orang lain yang bisa membuat anda merasa lebih bahagia. Anda merasa kebutuhan-kebutuhan anda terpenuhi olehnya. Perasaan lekat atau cinta pada pasangan merupakan alasan paling populer untuk mempertahankan hubungan pada generasi sekarang. Lihat saja film-film, lagu-lagu, hingga novel-novel cinta, semuanya menganjurkan agar cinta pada pasangan menjadi satu-satunya alasan untuk terus melanjutkan hubungan. Digembor-gemborkan bahwa satu-satunya alasan yang paling masuk akal adalah cinta. Oleh karena itu, jika cinta sudah pudar, maka sudah cukup sebagai alasan untuk berpisah. Itu pula yang menyebabkan perceraian semakin marak terjadi pada generasi sekarang ini. Kelekatan emosional pada pasangan tidak selalu berarti adanya keseimbangan dalam hubungan. Bisa saja anda merasa puas dan lekat pada pasangan karena bisa mengontrol dan mengatur pasangan anda. Mungkin anda merasa puas karena pasangan selalu menuruti setiap keinginan anda. Mungkin anda merasa lekat karena pasangan anda membuat anda merasa sebagai orang yang berkuasa. 

Berikut beberapa pernyataan yang menggambarkan alasan emosional sebagai sebab tetap bertahan dalam hubungan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya sangat puas dalam hubungan ini, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya merasa hanya si dia yang membuat saya bahagia, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya merasa begitu berharga ketika bersamanya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena dia bisa mengerti dan memahami saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya merasa bangga bersamanya

2. KenyamananAnda mungkin tetap melanjutkan hubungan karena kenyamanan, bukan karena adanya cinta atau keintiman yang mendalam. Bukan juga karena anda merasa puas. Tidak juga karena anda merasa bangga. Anda tetap melanjutkan hubungan karena tidak ingin merusak kenyamanan yang anda nikmati. Bayangkan anda menikah atau berpacaran dengan orang yang bekerja sama dengan anda dalam membangun sebuah bisnis. Anda berbagi saham dengannya. Begitu juga bayangkan anda menikah atau berpacaran dengan orang yang telah menjadi teman terbaik anda sejak kecil. Bayangkan anda menikah atau berpacaran dengan putera sahabat terbaik orangtua anda. Bayangkan anda menikah atau berpacaran dengan putera pimpinan anda. Dalam kondisi-kondisi tersebut, apakah kira-kira anda akan mudah memutuskan hubungan? Mungkin lebih nyaman jika anda tetap meneruskan hubungan.

Dalam kondisi di atas, berpisah akan membawa konsekuensi negatif bagi hidup anda. Mungkin anda tidak nyaman jika setelah berpisah masih harus sering bertemu karena mengurus bisnis bersama. Mungkin anda tidak enak hati pada orangtua anda dan orangtua pasangan anda, karena mereka saling mengenal dengan baik. Mungkin anda tidak nyaman jika pertemanan bertahun-tahun harus berakhir dengan perpisahan. Pendek kata, ada kondisi tidak nyaman yang berusaha anda hindari. 

Berikut beberapa pernyataan yang menggambarkan kenyamanan sebagai alasan tetap bertahan dengan pasangan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena tidak enak hati dengan mertua saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya memiliki beberapa bisnis bersama dengannya yang tidak mungkin dipisahkan, Saya tetap melanjutkan hubungan karena situasinya akan jadi tidak mengenakkan semua pihak jika berpisah, Saya tetap melanjutkan hubungan karena akan menyulitkan karir saya jika berpisah, Saya tetap melanjutkan hubungan karena si dia teman masa kecil saya 

3. Anak-anak, mungkin anda tetap bertahan dalam hubungan karena adanya anak-anak. Anda tidak ingin anak-anak anda tumbuh dalam keluarga bercerai. Anda ingin anak-anak anda memperoleh lingkungan keluarga yang utuh. Anda ingin anak-anak anda memperoleh pengasuhan secara seimbang, dari pihak ayah maupun ibu. Anda tidak ingin anak-anak menderita karena perpisahan orangtua mereka. Dalam banyak kasus konflik dalam rumah tangga, keberadaan anak seringkali menjadi penyelamat. Kehadiran mereka menjadi perekat hubungan dalam rumah tangga. Dengan mempertimbangkan kepentingan anak, banyak pasangan rujuk kembali setelah memutuskan bercerai. Kepentingan anak mengalahkan keinginan pribadi mereka sendiri. Tidak jarang mereka mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi anak-anak.

Berikut sebuah kasus dimana anak-anak menjadi perekat hubungan. Sebut saja Ayu, dia seorang ibu muda (saat artikel ini ditulis umurnya 29 tahun), yang memiliki 2 orang anak, yang berumur 7 dan 3 tahun. Dalam sepanjang umur perkawinannya selama 8 tahun, dia banyak mengalami kekerasan dari suaminya. Tidak hanya mengalami kekerasan psikologis, tapi juga kekerasan fisik. Dia pernah beberapa kali masuk rumah sakit gara-gara dipukul suaminya. Secara finansial dia cukup mapan karena memiliki usaha sendiri yang penghasilannya jutaan rupiah sebulan. Belum lagi saham beberapa perusahaan yang diwariskan orangtuanya. Dia sangat cantik karena mantan model. Tidak ada kesulitan baginya untuk mencari pasangan baru. Oleh karena seringnya kekerasan yang dialaminya, dia dibujuk oleh teman-temannya untuk bercerai. Bahkan orangtuanya sendiri memintanya untuk bercerai saja. Memang benar, dia sempat mengurus perceraian ke pengadilan agama. Akan tetapi dibatalkannya. Padahal hampir dalam segala segi dia akan bisa mandiri dan hidup lebih baik tanpa suaminya yang sekarang. Kepentingan anak-anak menjadi alasannya. Dia tidak ingin anak-anaknya tumbuh tanpa figur ayah. Sampai sekarang dia tetap bertahan dalam perkawinannya sembari berharap suaminya akan berubah.

Berikut beberapa pernyataan yang menggambarkan kepentingan anak-anak sebagai alasan tetap bertahan dengan pasangan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena akan buruk bagi anak-anak jika kami berpisah, Saya tetap melanjutkan hubungan karena anak-anak akan menjadi pihak yang paling menderita jika kami berpisah. Hidup saya semata-mata untuk anak saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena tidak ingin anak saya tanpa figur ayah/ibu, Saya tetap melanjutkan hubungan karena ini yang terbaik bagi anak-anak.

4. Takut. Mungkin Anda tetap menjalin hubungan karena takut hidup sendiri tanpa pasangan. waswas tidak akan bisa bertahan dalam situasi sulit tanpa pasangan. Anda takut jika harus menghadapi situasi asing tanpa orang yang mendukung anda. Membayangkan setiap hari sendirian, tidur sendirian, berlibur sendirian, makan sendirian, kemana-mana sendirian, menghadapi pencuri sendirian, semuanya membuat anda takut. Oleh sebab itu tetap melanjutkan hubungan adalah pilihan terbaik bagi anda. Anda juga bisa merasa takut pada tekanan sosial. Anda merasa takut dikritisi orang lain sebagai orang yang gagal dalam menjalin cinta. Anda takut dianggap sebagai orang yang gagal dalam hidup. Anda takut menghadapi banyak fitnah jika hidup sendirian. Anda takut dianggap berdosa jika bercerai. Anda takut dikecam lingkungan dan keluarga anda. Pendek kata, anda takut berpisah maka anda tetap bertahan.

Beberapa pernyataan yang menggambarkan adanya alasan takut sebagai sebab tetap bertahan dengan pasangan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena takut berdosa jika bercerai, Saya tetap melanjutkan hubungan karena tidak ingin dianggap sebagai orang yang gagal, Saya tetap melanjutkan hubungan karena ingin dinilai sebagai orang baik-baik. Saya tetap melanjutkan hubungan karena tidak bisa membayangkan bagaimana hidup saya jika sendirian, Saya tetap melanjutkan hubungan karena lebih baik begitu daripada digosipkan sana sini 

5. Komitmen. Mungkin anda tetap menjalin hubungan karena memiliki komitmen untuk terus melanjutkan hubungan (lihat bab 5). Jika komitmen anda tinggi dimana anda merasa sangat terikat dengan pasangan, maka anda tidak akan mengakhiri hubungan. Jika hubungan dilanda konflik, anda akan berupaya menyelesaikannya. Apa pun bentuk penyelesaiannya bisa dilakukan, tapi dengan syarat hubungan harus tetap dipertahankan. Jadi, berpisah tidak ada dalam pertimbangan anda. Sedangkan jika komitmen anda rendah, maka lebih mudah bagi anda untuk mengakhiri hubungan. 

Komitmen seseorang akan semakin tinggi seiring dengan semakin banyak finansial yang dihabiskan bersama dan semakin banyak waktu yang dijalani bersama. Hubungan yang lebih menimbulkan rasa bahagia, rasa puas dan rasa bangga, juga bisa meningkatkan komitmen. Bahkan komitmen juga akan meningkat jika berpisah menimbulkan efek negatif yang berat bagi Anda. Misalnya jika berpisah akan membuat Anda sengsara.

Beberapa pernyataan yang menggambarkan alasan komitmen sebagai sebab tetap bertahan dengan pasangan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya merasa berbahagia dan saya ingin terus berbahagia bersamanya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya merasa sangat terikat pada pasangan saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya dan pasangan saya saling membutuhkan, Saya tetap melanjutkan hubungan karena telah berjanji untuk bersamanya dalam kondisi apapun Saya tetap melanjutkan hubungan karena sudah sedemikian lama waktu yang kami habiskan bersama. 

6. Inersia. Inersia adalah kecenderungan seseorang untuk mengulangi pola dalam hidupnya. Misalnya jika sudah terbiasa melakukan berbagai hal bersama pasangan selama bertahun-tahun, maka akan sulit bagi sebagian orang jika tiba-tiba melakukannya sendirian atau bersama orang lain. Mereka akan mengalami kegagapan jika harus mengubah pola tersebut. 

Bagi sebagian orang berubah dari satu peran ke peran berikutnya sangat sulit. Biasanya mereka melakukan segala sesuatunya mengikuti pola dan kebiasaan. Misalnya makan ditemani pasangan, belanja ditemani pasangan, nonton ditemani pasangan, ke acara kondangan bersama pasangan, berperan sebagai seorang suami atau seorang istri, berperan sebagai seorang ayah atau seorang ibu, dan sebagainya. Pendek kata, mereka menjalani hidup mengalir saja sesuai peran mereka. Jika tiba-tiba peran itu berubah, mereka goncang. Mereka tidak siap berubah. Oleh karena itu pilihan untuk tetap menjalankan pola kebiasaan hidup dengan pasangan adalah pilihan terbaik. “Saya tidak siap berubah, jadi saya tetap bertahan,” ujar mereka.

Berikut beberapa pernyataan yang menggambarkan adanya inersia sebagai alasan tetap bertahan dengan pasangan: Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya tidak tahu saya bisa berubah atau tidak, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya telah bertahun-tahun hidup dengan pasangan saya dan merasa inilah hidup saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya tidak bisa membayangkan harus mengubah hidup saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya tidak tahu apa yang lebih baik dari yang saya dapatkan sekarang dengan pasangan saya. Saya tetap melanjutkan hubungan karena jika berpisah maka hidup saya pasti akan berubah, dan saya tidak tahu apakah saya siap atau tidak.

7. Pertimbangan finansial Mungkin anda tetap melanjutkan hubungan karena pertimbangan finansial. Berpisah mahal nilainya bagi anda. Bisa jadi jika berpisah anda akan kehilangan sumber finansial anda. Tidak ada lagi gaya hidup seperti sebelumnya. Mungkin anda takut kehilangan separuh kekayaaan anda karena harus dibagi dua. Mungkin anda waswas tidak bisa mencari uang jika berpisah dengan pasangan. Jadi, meskipun anda merasa tidak bahagia anda tetap bertahan dalam hubungan. Biasanya pertimbangan finansial sangat kuat muncul pada seseorang yang secara finansial tergantung pada pasangan dan jika berpisah hanya mendapat sedikit uang. Tapi lain soal jika mereka tidak tergantung secara finansial pada pasangan, mereka relatif kurang mempertimbangkan faktor finansial. Begitu juga jika berpisah akan mendapatkan banyak uang, mereka kurang mempertimbangkan uang. Menikah dengan orang yang kaya raya tentu akan membuat Anda menjadi kaya. Jika berpisah pun Anda akan tetap kaya, karena akan mendapat bagian besar dari kekayaan pasangan Anda.

Berikut beberapa pernyataan yang menggambarkan alasan finansial sebagai sebab tetap bertahan dengan pasangan : Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya tergantung pada pasangan saya dan saya tidak yakin bisa mandiri. Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya akan kesulitan keuangan jika saya berpisah dan saya tidak tahu apakah saya bisa mencari uang sendiri, Saya tetap melanjutkan hubungan karena pasangan saya memenuhi semua kebutuhan saya, Saya tetap melanjutkan hubungan karena saya memperoleh semua yang saya inginkan..

source;dey201110:02;37,psikologi-online.com

0 komentar:

Post a Comment