Friday, 19 June 2015

MAKNA SALING MEMBERI HADIAH KEPADA SESAMA MUSLIM.

Makna saling memberi hadiah kepada sesama muslim. Hadiah adalah sesuatu yang penting dan sangat perlu sekali, karena ia bisa menambah kecintaan dihati setiap yang menerima dan memberi. Tidak ada di syarat kan dalam hadiah itu harus dengan harga yang mahal. Orang yang mencari hadiah yang akan diberikan karena harganya yang mahal dan karena nilai materi nya, berarti ia belum mengerti dan memahami makna hadiah itu sendiri, bisa jadi ia seorang materialis, atau penganut hidup hedonis yang menonjolkan merek-merek terkenal dan harga mahal dalam arti mereka yang tidak memahami dengan benar makna kasih sayang (cinta). Jika saya memberi sebuah hadiah yang sederhana kepada seseorang, itu tidak berarti bahwa saya tidak mencintainya. atau tidak menghormatinya ....Tidak sama sekali !!

Dan tidak berarti pula jika seseorang memberi hadiah yang mahal harganya kepada saudaranya, ia sangat mencintainya. Boleh jadi hal itu benar dan boleh jadi tidak. Tidak ada hubungan antara ukuran cinta, menghormati dan nilai hadiah, kecuali orang yang kikir apalagi bakhil, dan hal ini urusannya lain lagi. Tetapi, pada umumnya hadiah adalah simbol atau tanda kasih sayang (cinta), maupun menghormati juga sebagai penolong dan petunjuk baginya, Bahwa ada  anjuran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam untuk saling memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana  yang tersebut dalam hadist riwayat Bukhari. 
Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam bersabda; 

"Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai."

Pengertian Hadiah itu memberi dengan niat mendekatkan diri kepada seseorang dan menunjukkan kasih sayang kita kepada penerima dalam hubungan persahabatan,  hubungan suami isteri, hubungan antara ayah dan anak semua nya itu dapat menjalin kan kasih sayang sekiranya kita memberikan hadiah sebagai tanda penghargaan dan juga kasih sayang kita kepadanya.

Pemberian hadiah atau kado biasanya dilakukan dalam acara sosial,antara lain kumpul keluarga, reuni maupun acara pengajian bersama. Pernah saya mengalami peristiwa saling bertukar kado ini di acara pengajian di rumah teman, saat itu saya tidak tahu ada acara ini karena ada keperluan pribadi saja jadi gak ada persiapan apalagi bawa kado  :)  Namun teman ini meyakinkan saya agar ikut bergabung, karena saya tidak ada kegiatan yang tidak begitu penting maka saya bersedia untuk ikut ( itung itung nambah ilmu  agama  .. bukan karena ada kadonya lho ??!! :) ).

Pengajian di buka oleh teman saya yang bertindak sebagai sahibul hajat. Lantunan ayat-ayat Qur'an mulai menggema ketika setiap yang hadir membaca qur'an (tilawah) secara bergiliran. Selesai tilawah, acara pun dilanjutkan dengan pengumpulan infaq, setiap anggota kelompok menyisihkan uang seikhlasnya untuk di kumpulkan dan masuk ke dalam kas kelompok pengajian, setelahnya baru masuk ke acara inti penyampaian materi oleh murrobbi (guru). Selesai penyampaian materi, kami masuk ke acara berikutnya, tukar kado.


Uniknya masing-masing anggota mengeluarkan kado yang telah mereka siapkan sedemikian rupa. Cuma saya yang tidak menyiapkan kado karena diajak spontan oleh tuan rumah.  Ada yang berbentuk kotak agak besar, ada yang seukuran kotak jam, dan berbagai macam rupa lainnya, dan tentu telah di bungkus dengan kertas kado dengan warna beragam. Supaya adil dan tidak bisa memilah mana kado yang akan di dapatkan, kami pun membuat nomor untuk setiap kado, dan selanjutnya di kocok seperti layaknya arisan. Qodarullah (nasib kale yaa !!), saya ketiban rejeki  mendapatkan kado berisi buku berjudul Panduan Lengkap Perjalanan Haji dan Umroh. Saya anggap itu sebagai salah satu doa agar Allah berkenan memberangkatkanku mengunjungi tanah suci-Nya, dan saya lihat teman-teman yang hadir pun mendapat kado beragam. Sepasang kaos kaki, buku panduan mengasuh bayi, dan lain-lain. Malam itu pun di penuhi dengan gelak tawa yang akrab, penuh kehangatan dalam persaudaraan, ketika melihat teman saya yang masih lajang mendapatkan buku yang seharusnya dimiliki oleh wanita yang sudah bersuami.


Selesai acara teman saya katakan bahwa acara tukar kado kami jadikan bagian dari mengaplikasikan anjuran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam untuk saling memberi hadiah kepada sesama muslim. Begitu juga sebaiknya jika kita berkumpul disaat bersama keluarga besar minimal sekali setahun dengan memulai dari diri kita sendiri dan lalu bersepakat untuk selalu membudayakan kebiasaan yang mulia ini.. Insya Allah keluarga besar kita semakin bertambah kokoh menyayangi saudara kita semua dan jadikan kebiasaan ini sebagai  obat hati agar kebencian, apalagi sikap bengis, individualistis terhadap saudara dan anak kita berubah dalam perasaan CINTA penuh KASIH SAYANG.. Banyak kenangan yang selalu diingat seorang teman, saudara, keluarga dan orangtua apalagi anak maupun ponakan , bahwa memberi hadiah itu salah satu sikap moral yang membawa kebaikan sedangkan kita mengetahuinya dengan baik .dan hindari sikap hidup yang mengutamakan pengajaran atau konsep moral dari Hedonisme. 

Hedonisme  adalah sikap yang menyamakan kebaikan dengan kesenangan. Jadi semua kesenangan dan kenikmatan secara fisik selalu membawa kebaikan. Pandangan hidup ini mengajarkan pada pengikut atau mereka yang siap mengikutinya bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar, dan itulah target tujuan hidup yang paling hakiki bagi mereka lho !!. Pandangan hidup seperti inilah yang sekarang banyak di amini dan dijadikan tolok ukur dalam gaya hidup. Kita lihat sekarang sikap keji yang terjadi dari peristiwa penganiyaan anak, orangtua, dan lain sebagainya bertambah meningkat, dikarenakan tuntutan gaya hidup yang serba materialistik. Orang tua tega menganiaya sampai mati anak sendiri, sebaliknya anak membunuh orangtua sendiri  dan banyak kasus yang tanpa disadari di sebabkan oleh sikap hidup mengejar kesenangan  dan kebanggaan sosial.

Hukum Hadiah, Diperbolehkan dengan kesepakatan ( ulama ). Apabila tidak terdapat di sana larangan syar’i (sesuatu ketentuan dari yang menentukan syari’at yang terkait  dengan perbuatan mengandung tuntutan, kebolehan, dan larangan serta mengandung ketentuan sebab, syarat …githoo dech !!! .

Terkadang disunnahkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka menyambung silaturrahim, kasih sayang dan rasa cinta. Terkadang disyariatkan apabila dia termasuk di dalam persoalan ‘Membalas Budi dan Kebaikan Orang Lain’. Dan terkadang pula, bisa menjadi haram atau perantara menuju perkara yang haram, dan ia merupakan hadiah yang berbentuk suatu yang haram, atau termasuk dalam kategori sogok-menyogok dan yang sejenis didalam aturan hukum yang berlaku.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‘Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah kebaikan dari saudaranya dengan tanpa meminta dan tamak, hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena sesungguhnya itu merupakan rezeki yang Allah Azza wa Jalla kirimkan kepadanya’.” (HR. Ahmad, Ath Thabrani, Ibnu Hibban, Al Hakim, Shahih At Targhib wat Tarhib [838])

Maka pendapat yang mengatakan wajibnya menerima hadiah apabila tidak ada di sana larangan syar’i. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menolak hadiah dikarenakan satu sebab dari sebab-sebab yang ada, bolehnya menolak hadiah apabila khawatir muncul fitnah dari hadiah tersebut, atau terdapat penghinaan terhadap orang yang mengambil hadiah tersebut. Ada satu kisah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam menolak hadiah Ratu Balqis dikarenakan ia merupakan suap-menyuap di dalam perkara agama agar Sulaiman ‘alaihissalam tidak melarang dan membiarkan dia beribadah kepada matahari. Bila hadiah tersebut berupa suap-menyuap untuk mempengaruhi apalagi membatalkan kebenaran dan melegalkan kebathilan, maka tidak boleh diterima saat  itu.

Haram bagimu memberikan hadiah dan haram bagi mereka menerima hadiah tersebut dikarenakan itu merupakan suap-menyuap, dan sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap di dalam hukum.” (Shahihul Jami’ [5093])

Dalil-dalil khusus yang menunjukkan tidak bolehnya menolak sebagian hadiah disebabkan zat hadiah tersebut. Di antaranya:

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

“Tiga perkara yang tidak boleh ditolak: bantal-bantal, minyak wangi, dan susu.” (HR. At Tirmidzi dari Umar, dan terdapat di dalam Shahihul Jami’ [3046] dan Ash Shahihah [619] dan Shahih At Tirmidzi [2241])

Ath Thibi rahimahullah berkata, “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan bahwasanya tamu itu dimuliakan dengan memberikan bantal, minyak wangi, dan susu. Dan itu merupakan hadiah yang sedikit jumlahnya, maka tidak sepantasnyalah ditolak.” (Tuhfatul Ahwadzi [8/61], hadits no. 2942)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Barangsiapa ditawari raihan, maka jangan menolaknya, sebab raihan itu mudah dibawa lagi harum baunya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Musnad Abu Ya’la, Shahihul Jami’ [6268])

Ibnu Atsir berkata di dalam An Nihayah, “Ar Raihan adalah setiap tumbuhan yang harum baunya yang termasuk dari jenis wewangian.”

2. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menolak minyak wangi.”

Membalas Pemberian Hadiah ( yaitu membalas kebaikan orang yang memberi hadiah dengan hadiah )
Di sunnahkan membalas pemberian hadiah dengan yang semisalnya atau dengan sesuatu yang lebih afdhal dari hadiah tersebut, maka apabila dia tidak mampu untuk membalasnya, hendaknya dia menyanjung sang pemberi hadiah dan mendoakan kebaikan untuknya dengan ucapan :

“Jazaakallahu khairan  ( semoga Allah membalasmu dengan kebaikan ),” atau yang selainnya dari doa yang ada.

Dan demikian pula sebaliknya apabila hadiah tersebut berupa barang curian atau barang haram. Maka tidak boleh diterima karena yang demikian itu termasuk makan barang haram dan termasuk tolong-menolong di atas dosa dan permusuhan. bila yang memberi hadiah tersebut menganggap hadiahnya sebagai hutang bagimu dan kamu tidak menginginkan untuk menanggung hutang tersebut, baik secara syar’i maupun secara kebiasaan, maka boleh bagimu untuk menahan diri dari mengambilnya disertai dengan meminta udzur. 
Dan demikian pula bila sang pemberi hadiah tersebut adalah seorang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya dan menceritakannya, maka tidak boleh diterima hadiah itu darinya.

Hadiah diberikan untuk Kerabat yang Terdekat Itu Lebih Utama ( kedekatan dari sisi nasab dan bertetangga ).

Di dalam Ash Shahihain diriwayatkan bahwa Maimunah radhiyallahu ‘anha pernah suatu kali memerdekakan seorang budak wanita, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya,

“Ketahuilah sesungguhnya kamu jika memberikannya kepada paman-pamanmu (dari pihak ibu) niscaya kamu akan mendapatkan pahala yamg lebih besar.” (HR. Al Bukhari [2592], dan Muslim [999])

Dan di dalam Shahih Al Bukhari (2595) diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua orang tetangga, maka siapakah di antara keduanya yang lebih layak aku berikan hadiah?” Beliau menjawab :  “Kepada yang lebih dekat pintunya darimu.”

Maka bisa diambil faedah dari dua hadits ini bahwa kerabat itu lebih didahulukan di dalam pemberian hadiah dari pada orang asing. Dan apabila para kerabat itu setara dalam tingkat kekerabatan nya, maka didahulukan yang paling dekat pintunya. Dan ini semua apabila mereka sama-sama membutuhkan.  

Al Hasil : Bahwa hadiah dalam kehidupan antar individu dan komunitas manusia memiliki pengaruh yang signifikan untuk terwujudnya ikatan dan hubungan sosial, momen-momennya senantiasa terulang setiap hari di acara-acara keagamaan dalam momen puasa ini kita mengirim hadiah takjil atau mengantarkan makanan ke Mertua atau orang yang kita hormati, kemasyarakatan, dan lainnya. Dengan hadiah, terwujudlah kesempurnaan untuk meraih kecintaan, kasih sayang, sirna nya dengki , dan  Insha Allah wujud dari hati yang IKHLAS .

Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati seseorang , padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan. Dan oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan menganjurkan untuk saling memberi hadiah serta menganjurkan untuk menerimanya.

Akhirnya, dalil hukum dalam hadist dikatakan wajib menerima hadiah dan tidak boleh menolaknya kecuali bila didapati larangan syar’i atau udzur maka boleh menolaknya.

Wallahualam bissawab, Semoga kita terhindar dari segala keburukan sikap juga moral  dan selalu dilindungi Nya dalam kebaikan di dunia wal akhirat.

support by 201el.
Sumber bacaan :
·        Menebar Cinta dengan Hadiah karya Ibrahim bin Abdillah Al Mazru’i (penerjemah: Ibnu Musa Al Bankawy), penerbit: Al Husna, Jogyakarta.
·        Yezi-al-hikmah.blogspot,com /2013/06/harmoni-alam.

0 komentar:

Post a Comment