Makna
saling memberi hadiah kepada sesama muslim. Hadiah adalah sesuatu yang penting dan sangat
perlu sekali, karena ia bisa menambah kecintaan dihati setiap yang menerima dan memberi. Tidak ada di syarat kan dalam hadiah itu harus dengan harga yang mahal.
Orang yang mencari hadiah yang akan diberikan karena harganya yang mahal dan
karena nilai materi nya, berarti ia belum mengerti dan memahami makna hadiah itu
sendiri, bisa jadi ia seorang materialis, atau penganut hidup hedonis yang menonjolkan
merek-merek terkenal dan harga mahal dalam arti mereka yang tidak memahami
dengan benar makna kasih sayang (cinta). Jika saya memberi sebuah hadiah yang
sederhana kepada seseorang, itu tidak berarti bahwa saya tidak mencintainya. atau tidak menghormatinya ....Tidak sama sekali !!
Dan
tidak berarti pula jika seseorang memberi hadiah yang mahal harganya kepada
saudaranya, ia sangat mencintainya. Boleh jadi hal itu benar dan boleh jadi
tidak. Tidak ada hubungan antara ukuran cinta, menghormati dan nilai hadiah, kecuali orang
yang kikir apalagi bakhil, dan hal ini urusannya lain lagi. Tetapi, pada
umumnya hadiah adalah simbol atau tanda kasih sayang (cinta), maupun menghormati juga sebagai penolong
dan petunjuk baginya, Bahwa ada anjuran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam untuk
saling memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana yang tersebut
dalam hadist riwayat Bukhari.
Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam bersabda;
Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam bersabda;
"Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian akan saling
mencintai."
Pengertian
Hadiah itu memberi dengan niat mendekatkan diri kepada seseorang dan menunjukkan
kasih sayang kita kepada penerima dalam hubungan persahabatan, hubungan suami isteri, hubungan antara ayah
dan anak semua nya itu dapat menjalin kan kasih sayang sekiranya kita
memberikan hadiah sebagai tanda penghargaan dan juga kasih sayang kita
kepadanya.
Pemberian
hadiah atau kado biasanya dilakukan dalam acara sosial,antara lain kumpul
keluarga, reuni maupun acara pengajian bersama. Pernah saya mengalami peristiwa
saling bertukar kado ini di acara pengajian di rumah teman, saat itu saya tidak
tahu ada acara ini karena ada keperluan pribadi saja jadi gak ada persiapan apalagi bawa kado :) Namun teman ini meyakinkan saya agar ikut bergabung, karena saya tidak ada kegiatan yang tidak begitu penting maka saya bersedia untuk ikut ( itung itung nambah ilmu agama .. bukan karena ada kadonya lho ??!! :) ).
Pengajian
di buka oleh teman saya yang bertindak sebagai sahibul hajat. Lantunan
ayat-ayat Qur'an mulai menggema ketika setiap yang hadir membaca qur'an
(tilawah) secara bergiliran. Selesai tilawah, acara pun dilanjutkan dengan
pengumpulan infaq, setiap anggota kelompok menyisihkan uang seikhlasnya untuk
di kumpulkan dan masuk ke dalam kas kelompok pengajian, setelahnya baru masuk
ke acara inti penyampaian materi oleh murrobbi (guru). Selesai penyampaian
materi, kami masuk ke acara berikutnya, tukar kado.
Uniknya masing-masing anggota mengeluarkan kado yang telah mereka siapkan
sedemikian rupa. Cuma saya yang tidak menyiapkan kado karena diajak spontan
oleh tuan rumah. Ada yang berbentuk
kotak agak besar, ada yang seukuran kotak jam, dan berbagai macam rupa lainnya,
dan tentu telah di bungkus dengan kertas kado dengan warna beragam. Supaya adil
dan tidak bisa memilah mana kado yang akan di dapatkan, kami pun membuat nomor
untuk setiap kado, dan selanjutnya di kocok seperti layaknya arisan. Qodarullah (nasib kale yaa !!), saya ketiban
rejeki mendapatkan kado berisi buku
berjudul Panduan Lengkap Perjalanan Haji dan Umroh. Saya anggap itu sebagai
salah satu doa agar Allah berkenan memberangkatkanku mengunjungi tanah
suci-Nya, dan saya lihat teman-teman yang hadir pun mendapat kado beragam.
Sepasang kaos kaki, buku panduan mengasuh bayi, dan lain-lain. Malam itu pun
di penuhi dengan gelak tawa yang akrab, penuh kehangatan dalam persaudaraan,
ketika melihat teman saya yang masih lajang mendapatkan buku yang seharusnya
dimiliki oleh wanita yang sudah bersuami.
Selesai
acara teman saya katakan bahwa acara tukar kado kami jadikan bagian dari
mengaplikasikan anjuran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam untuk
saling memberi hadiah kepada sesama muslim. Begitu juga sebaiknya jika kita
berkumpul disaat bersama keluarga besar minimal sekali setahun dengan memulai
dari diri kita sendiri dan lalu bersepakat untuk selalu membudayakan kebiasaan
yang mulia ini.. Insya Allah keluarga besar kita semakin bertambah kokoh
menyayangi saudara kita semua dan jadikan kebiasaan ini sebagai obat hati agar kebencian, apalagi sikap bengis,
individualistis terhadap saudara dan anak kita berubah dalam perasaan CINTA penuh KASIH SAYANG.. Banyak
kenangan yang selalu diingat seorang teman, saudara, keluarga dan orangtua apalagi anak maupun ponakan , bahwa
memberi hadiah itu salah satu sikap moral yang membawa kebaikan sedangkan kita mengetahuinya
dengan baik .dan hindari sikap hidup yang mengutamakan pengajaran atau konsep
moral dari Hedonisme.
Hedonisme
adalah sikap yang menyamakan kebaikan
dengan kesenangan. Jadi semua kesenangan dan kenikmatan secara fisik selalu
membawa kebaikan. Pandangan hidup ini mengajarkan pada pengikut atau mereka
yang siap mengikutinya bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia
harus dikejar, dan itulah target tujuan hidup yang paling hakiki bagi mereka lho !!. Pandangan
hidup seperti inilah yang sekarang banyak di amini dan dijadikan tolok ukur dalam
gaya hidup. Kita lihat sekarang sikap keji yang terjadi dari peristiwa penganiyaan
anak, orangtua, dan lain sebagainya bertambah meningkat, dikarenakan tuntutan gaya hidup yang serba materialistik. Orang tua tega menganiaya sampai mati anak sendiri, sebaliknya anak membunuh orangtua sendiri dan banyak kasus yang tanpa disadari di sebabkan oleh sikap hidup mengejar kesenangan dan kebanggaan sosial.
Hukum Hadiah, Diperbolehkan dengan
kesepakatan ( ulama ). Apabila tidak terdapat di sana larangan syar’i (sesuatu
ketentuan dari yang menentukan syari’at yang terkait dengan perbuatan mengandung tuntutan,
kebolehan, dan larangan serta mengandung ketentuan sebab, syarat …githoo dech
!!! .
Terkadang
disunnahkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka menyambung
silaturrahim, kasih sayang dan rasa cinta. Terkadang disyariatkan apabila dia
termasuk di dalam persoalan ‘Membalas Budi dan Kebaikan Orang Lain’. Dan terkadang pula, bisa menjadi haram atau perantara menuju
perkara yang haram, dan ia merupakan hadiah yang berbentuk suatu yang haram,
atau termasuk dalam kategori sogok-menyogok dan yang sejenis didalam aturan hukum yang berlaku.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Barangsiapa
yang sampai kepadanya sebuah kebaikan dari saudaranya dengan tanpa meminta dan
tamak, hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena sesungguhnya itu
merupakan rezeki yang Allah Azza wa Jalla kirimkan kepadanya’.” (HR. Ahmad, Ath
Thabrani, Ibnu Hibban, Al Hakim, Shahih At Targhib wat Tarhib [838])
Maka pendapat yang mengatakan wajibnya menerima hadiah apabila
tidak ada di sana larangan syar’i. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menolak
hadiah dikarenakan satu sebab dari sebab-sebab yang ada, bolehnya menolak
hadiah apabila khawatir muncul fitnah dari hadiah tersebut, atau terdapat
penghinaan terhadap orang yang mengambil hadiah tersebut. Ada satu kisah Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam menolak hadiah Ratu Balqis dikarenakan ia merupakan
suap-menyuap di dalam perkara agama agar Sulaiman ‘alaihissalam tidak melarang dan membiarkan dia beribadah kepada matahari. Bila hadiah tersebut berupa
suap-menyuap untuk mempengaruhi apalagi membatalkan kebenaran dan melegalkan kebathilan, maka tidak
boleh diterima saat itu.
Haram bagimu memberikan hadiah dan
haram bagi mereka menerima hadiah tersebut dikarenakan itu merupakan
suap-menyuap, dan sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah
melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap di dalam hukum.”
(Shahihul Jami’ [5093])
Dalil-dalil
khusus yang menunjukkan tidak bolehnya menolak sebagian hadiah disebabkan zat hadiah
tersebut. Di antaranya:
1. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tiga
perkara yang tidak boleh ditolak: bantal-bantal, minyak wangi, dan susu.” (HR.
At Tirmidzi dari Umar, dan terdapat di dalam Shahihul Jami’ [3046] dan Ash
Shahihah [619] dan Shahih At Tirmidzi [2241])
Ath
Thibi rahimahullah berkata, “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan
bahwasanya tamu itu dimuliakan dengan memberikan bantal, minyak wangi, dan
susu. Dan itu merupakan hadiah yang sedikit jumlahnya, maka tidak sepantasnyalah
ditolak.” (Tuhfatul Ahwadzi [8/61], hadits no. 2942)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa
ditawari raihan, maka jangan menolaknya, sebab raihan itu mudah dibawa lagi
harum baunya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Musnad Abu Ya’la, Shahihul Jami’ [6268])
Ibnu
Atsir berkata di dalam An Nihayah, “Ar Raihan adalah setiap tumbuhan yang harum
baunya yang termasuk dari jenis wewangian.”
2.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tidak pernah menolak minyak wangi.”
Membalas
Pemberian Hadiah ( yaitu membalas kebaikan orang yang memberi hadiah dengan
hadiah )
Di sunnahkan
membalas pemberian hadiah dengan yang semisalnya atau dengan sesuatu yang lebih
afdhal dari hadiah tersebut, maka apabila dia tidak mampu untuk membalasnya,
hendaknya dia menyanjung sang pemberi hadiah dan mendoakan kebaikan untuknya
dengan ucapan :
“Jazaakallahu
khairan ( semoga Allah membalasmu dengan kebaikan ),” atau yang selainnya dari doa
yang ada.
Dan
demikian pula sebaliknya apabila hadiah tersebut berupa barang curian atau
barang haram. Maka tidak boleh diterima karena yang demikian itu termasuk makan
barang haram dan termasuk tolong-menolong di atas dosa dan permusuhan. bila
yang memberi hadiah tersebut menganggap hadiahnya sebagai hutang bagimu dan
kamu tidak menginginkan untuk menanggung hutang tersebut, baik secara syar’i
maupun secara kebiasaan, maka boleh bagimu untuk menahan diri dari mengambilnya
disertai dengan meminta udzur.
Dan demikian pula bila sang pemberi hadiah tersebut adalah seorang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya dan menceritakannya, maka tidak boleh diterima hadiah itu darinya.
Dan demikian pula bila sang pemberi hadiah tersebut adalah seorang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya dan menceritakannya, maka tidak boleh diterima hadiah itu darinya.
Hadiah diberikan untuk Kerabat yang
Terdekat Itu Lebih Utama ( kedekatan dari sisi nasab dan bertetangga ).
Di
dalam Ash Shahihain diriwayatkan bahwa Maimunah radhiyallahu ‘anha pernah suatu
kali memerdekakan seorang budak wanita, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata kepadanya,
“Ketahuilah
sesungguhnya kamu jika memberikannya kepada paman-pamanmu (dari pihak ibu)
niscaya kamu akan mendapatkan pahala yamg lebih besar.” (HR. Al Bukhari [2592],
dan Muslim [999])
Dan di
dalam Shahih Al Bukhari (2595) diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
bahwa beliau berkata,
“Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua orang tetangga, maka siapakah di
antara keduanya yang lebih layak aku berikan hadiah?” Beliau
menjawab : “Kepada
yang lebih dekat pintunya darimu.”
Maka
bisa diambil faedah dari dua hadits ini bahwa kerabat itu lebih didahulukan di
dalam pemberian hadiah dari pada orang asing. Dan apabila para kerabat itu
setara dalam tingkat kekerabatan nya, maka didahulukan yang paling dekat
pintunya. Dan ini semua apabila mereka sama-sama membutuhkan.
Al Hasil : Bahwa
hadiah dalam kehidupan antar individu dan komunitas manusia memiliki pengaruh
yang signifikan untuk terwujudnya ikatan dan hubungan sosial, momen-momennya
senantiasa terulang setiap hari di acara-acara keagamaan dalam momen puasa ini kita mengirim hadiah takjil atau mengantarkan makanan ke Mertua atau orang yang kita hormati, kemasyarakatan, dan lainnya. Dengan hadiah, terwujudlah kesempurnaan untuk meraih kecintaan,
kasih sayang, sirna nya dengki , dan Insha Allah wujud dari hati yang IKHLAS .
Hadiah
merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati seseorang , padanya ada kesan penghormatan
dan pemuliaan. Dan oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menerima hadiah dan menganjurkan untuk saling memberi hadiah serta menganjurkan
untuk menerimanya.
Akhirnya,
dalil hukum dalam hadist dikatakan wajib menerima hadiah dan tidak boleh
menolaknya kecuali bila didapati larangan syar’i atau udzur maka boleh
menolaknya.
Wallahualam
bissawab, Semoga kita terhindar dari segala keburukan sikap juga moral dan selalu dilindungi Nya dalam kebaikan di
dunia wal akhirat.
support by 201el.
support by 201el.
Sumber
bacaan :
·
Menebar Cinta dengan Hadiah karya Ibrahim bin Abdillah Al
Mazru’i (penerjemah: Ibnu Musa Al Bankawy), penerbit: Al Husna, Jogyakarta.
·
Yezi-al-hikmah.blogspot,com /2013/06/harmoni-alam.
0 komentar:
Post a Comment