Tuesday 18 December 2018

Saya benar kamu salah. Setelah itu apa?

Di negeri yang berpenduduk banyak ini ternyata yang suka banyak bicara itu gak banyak banyak amat deh, karena emang bicara itu gak perlu modal dari pada sedikit aksi untuk karya nyata alias NATO ( No Action Talk Only ) kata iklan sebuah rokok di jaman lalu. 
Emang kita lebih tergoda untuk berdebat tentang siapa yang salah dan siapa yang benar daripada untuk berhenti  mendebatkannya.
Dalam hal ini, biasanya yang terjadi adalah bersitegang dengan keyakinan masing-masing karena merasa benar. Tidak ada yang mau mengalah dan masalahnya pun tidak jarang cuma omong kosong tanpa terselesaikan ( mubazir waktu ). 

Karena dalam hal ini yang seringkali berbicara itu adalah ego masing-masing yang merasa paling benar. Bila merasa sudah benar, siapa yang bersedia untuk mengalah? Kadang yang sudah salah saja tidak bersedia untuk mengalah! Ooooohh alaahh kaum keras hati.
Coba perhatikan banyak komunitas dan berapa banyak masalah yang terlalu mudah diperdebatkan mereka setiap waktu. Didiskusikan pula di depan publik. Disorot media. Dipakein mic malah hihihi. 
Kelihatan betapa hebatnya mereka itu, pandai bicara banget. Seakan, semuanya beres dengan yang dibicarakan, diomongin. Di negeri ini juga sobat, kita jangan-jangan sudah terperangkap pada kebiasaan berdebat tanpa batas penuh khayalan. 

Kadang hal tersebut sudah jelas salah masih didiskusikan. Kita suka capek nontonin orang-orang yang hanya pandai bicara. Lalu, ikut latah berteriak ini benar dan itu salah. 
Saya benar kamu salah. Setelah itu apa? Kita biarkan berlalu, tanpa berbuat apapun.
Jadi begini bro and sist, Pandai bicara itu bagus, jika diikuti dengan perbuatan. Apa yang diomong harus sama dengan yang diperbuat. Jangan jadi orang yang pandai bicara, tapi sedikit mendengar apalagi gak pernah berbuat. Bicara itu cuma menunjukkan kesalahan orang lain, tapi gak bisa menyadari kesalahan diri sendiri. Salah dan benar, akhirnya cuma retorika. Ilmu dari mana yang kayak gitu?
Beda pendapat itu gak dilarang oleh siapapun, karena tujuannya menyatukan bukan untuk menciderai...hehhe lagi lagi pandai bicara doang.

Aku salut kalian pandai bicara. Mahir dalam menangkis pertanyaan. Memang itu anugerah yang patut disyukuri. Tapi bukan jaminan adanya kebaikan, kebenaran, bahkan kejujuran. Seperti kata hadits, "Yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah."

Mari kita renungkan...kita ini majunya sampe mana? Muter balik terus, masa lalu yang dah kelar urusannya masih aja di umbar...itu namanya “gak kreatif berpikir” alias kurang baca sejarah..coba dong persempit naluri saling mencari cari salah dan benar dipikiranmu tapi cari peluang bersinergi untuk menuju sejahtera bersama.

Masa sekarang hidup aja udah penuh masalah, apalagi masa yang akan datang... sadar gak? Mari bina anak keturunan kita dan perbanyak silaturahmi agar mudah mengatasi masalah yang akan datang itu lebih baik.

Islam memberi kata kuncinya kepada manusia.
Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk selalu menjaga hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan menjaga hubungan yang harmonis dengan manusia (hablum minannas).
Petunjuk itu dimaksudkan agar manusia terhindar dari kegersangan dan kehinaan dalam hidup sebagai akibat dari tidak memelihara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia yang dampak akhirnya juga merugikan manusia itu sendiri baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.

Firman Allah yang artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan,..” (QS. Ali Imran 3: 112).
Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi inspirasi  “Bersatu Kita Teguh”.

by,one1218

2 komentar:

  1. kalau semuanya berpikiran seperti ini, Indonesia aman damai tenteram ...

    ReplyDelete