Sunday 8 November 2015

BUKITTINGGI BANJIR LAGI...UDA???

Bukittinggi banjir..?? Apa gak salah berita ini..? Karena penasaran, aku baca beberapa berita lagi dari media online..


Kenapa ya?? Banjir kini  terjadi hampir di seluruh daerah. Tak ada yang dapat mengelak dari bencana yang satu ini. Banjir bukanlah sekedar musibah kemurkaan Allah kepada umat manusia. Akan tetapi banjir juga bisa merupakan fenomena ekologis yang disebabkan oleh perilaku manusia dalam mengelola lingkungan. Nah kalau penyebab terakhir ini, aku setuju karena orang hidup di Indonesia ini senang buang sampah "semau gue"...atau nebang hutan "sesuka gue", plus bakarin hutan.. lalu bikin halaman pakai paving block atau bikin lantai pake cor semen tanpa lobang rembesan air dan lain sebagainya, soal kota Bukittinggi nih.....

Begini ceritanya; Dua hari yang lalu tepatnya  hari Jumat, tanggal 06 November 2015, kota Bukittinggi direndam banjir yang cukup parah akibat hujan lebat yang mengguyur enam kawasan kota wisata tersebut. Woow....berita ini  sebenarnya tidak membuat aku kaget sih, yang terpikirkan adalah kenapa kok pemerintah daerahnya  tidak pernah membenahi masalah lingkungan ini dengan serius??? Lalu warganya pada kemana???.


Kota Bukittinggi yang aku tahu itu “kota tujuan wisata”  yang dibanggakan warga Sumatera Barat lho...bahkan seluruh masyarakat Indonesia  sudah dan ingin berkunjung kesana. Kalau ceritanya seperti ini berarti Bukittinggi menjadi kota yang tidak nyaman buat tempat pariwisata maupun warganya. 

Kalau boleh menilai, jika sebuah kota yang baik, nyaman dan tertib  itu berbanding lurus dengan kinerja pemerintahnya dan juga cermin warganya dan cermin wajah orang yang hidup, tinggal dan bekerja di kota itu.

Peristiwa banjir di kota ini sudah jadi cerita klasik. Musim penghujan di Bukittinggi dalam beberapa tahun ini  berubah rona  wajah kota wisata yang ceria menjadi kota yang penuh penderitaan bagi korbannya. Logikanya kota yang berada di ketinggian dari permukaan laut justru terendam banjir??!! Yang akhirnya menyisakan wajah kemuraman ketika hujan reda...mungkin sama dengan kota kota yang ada di tempat dataran tinggi.

Kalau  dikatakan bahwa semua peristiwa yang berulang sampai pada saat adanya pilkada di kota nan elok ini, maka pihak yang bertanggung jawab terhadap keindahan dan keramah tamahan lingkungan kota yang sarat dengan sejarah bangsa, tentu saja ada dipihak pemerintah dan pelaku kebijakan yang di amanahkan warga dalam pilkada.  

Mereka ini yang harus mencari solusi alias jalan keluar dari masalah musiman ini, sudah tahu jadi masalah kok malah tidak diantisipasi persoalan ini. Kupikir pemerintah setempat harus berpikir “sustainable development” artinya proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" jadi tidak hanya sekedar memoles kota tapi membawa manfaat dalam jangka panjang. Banyak cara dan strategi untuk menyelesaikan masalah ini buat calon bupati dan walikota bukit tinggi mendatang. 

Aku usul, agar program program yang ditawarkan saat kampanye tidak sekedar meraih suara terbanyak lalu selesai. Apalagi soal sampah contohnya yang sekarang jadi masalah yang heboh di DKI Jakarta bisa kita jadikan contoh soal, soal sampah di kota bukit tinggi ini tidak selesai begitu saja dengan adanya ngarai sianok sebagai TPA (tempat pembuangan akhir) tapi harus dicari solusi pengolahan sampah yang revolusioner agar masalah sampah tidak merusak lingkungan dan keindahan kota di kemudian hari. Apalagi sampai pemerintah dan warga termasuk yang tinggal dan bekerja di bukitinggi, berpikir kalau  ngarai sianok belum penuh sama buangan sampah maka soal sampah itu gak masalah... Ingat lah bahwa  “pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam”.

Aku pikir, penyebab banjir ini mungkin disebabkan oleh ketidak tahuan, ketidak pedulian dan yang paling mendasar itu karakter “kemalasan”  warga untuk  bersih bersih terutama drainase atau kali dan sungai. Dan  yang paling parah lagi kalau cara berpikirnya  membenarkan alasan yang salah, bahwa  “alam takambang jadi tampek sarok untuak kito buang“..setelah itu terserah alam, mau di apa khan lagi??

Jadi selain pemerintah, warga dan orang-orang yang bekerja atau sekedar datang ke Bukittinggi juga tidak luput dari dosa penyebab banjir. Tersumbatnya saluran-saluran air di pinggir jalan dan di bawah pasar adalah akibat perbuatan warga itu sendiri karena membuang sampah seenaknya. Di pasar-pasar misalnya, para pedagang tidak ada rasa bersalah membiarkan saja sampah basah, kering, kecil dan besar ke pinggir jalan. Sepertinya mereka berharap kotoran yang mereka buang hanyalah tanggung jawab anggota dinas kebersihan atau tanggung jawab alam yang luas ini, bukan mereka pribadi sebagai penghuni kota.

Begitu pula dengan warga, anak-anak sekolah, anak kuliah dan banyak lagi macamnya orang-orang di Bukittinggi yang tidak ada rasa malu dan menyesal membuang sampah sembarangan. Sampah kecil dianggap akan musnah begitu saja di jalan atau di tanah, sampah besar dianggap akan hanyut begitu saja jika di buang ke kali dan selokan. Padahal, petaka akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab itu akan dirasakan juga belakangan, terutama saat musim hujan.


Harapanku sederhana untuk kota ini :

“Jadikan kota bukittinggi yang indah dan penuh sejarah ini menjadi tempat yang nyaman sepanjang hari dan sepanjang musim berganti agar kita semua yang  hidup di kota ini bahagia lahir bathin”



2 komentar:

  1. Mari kita jaga lingkungan kita agar tidak lagi banyak sampah yang bertebaran. Bantu kami mewujudkan Indonesia yang hijau. Kunjungi kami di http://www.greenpack.co.id/

    ReplyDelete