Thursday 2 December 2010

Cerita Si Anna

By: Hadyan Dhiozandi


Namaku Anna, aku adalah anak tunggal yang tinggal bersama kedua orangtuaku. Selama ini, aku tidak pernah merasakan apa yang disebut dengan 'kebebasan'. Kebebasan yang dimaksud disini berada dalam ruang lingkup pergaulan atau hubungan sosial khususnya dengan teman. Kedua orangtuaku sangat memperhatikan kondisiku, aku dapat memaklumi perlakuan mereka kepadaku karena alasannya, namun perlakuan kedua orang tuaku tersebut lama kelamaan membuat diriku merasa tidak nyaman, dengan adanya keterbatasan terhadap pergaulan sosial yang dijalani sejak duduk di bangku sekolah hingga masa remaja membentuk diriku menjadi seseorang yang anti sosial tidak mempedulikan lingkungan dan hubungan pergaulan. Hal itu terjadi akibat perlakuan dan pengawasan ketat yang diberikan orangtua kepadaku, padahal bukan perlakuan yang seperti itulah yang ingin aku dapatkan. Semua yang kubutuhkan saat ini hanya kebebasan dan kelonggaran dalam pergaulan, namun masih tetap dalam batas-batas pergaulan yang wajar.

Kebebasan yang diimpikan sejak dulu akhirnya mulai dapat diwujudkan sejak aku berusia 16 tahun. Ibuku mulai memberiku kesempatan untuk berinteraksi dan mengenal dunia pergaulan. Alhasil, diriku menjadi pribadi yang baru. Aku mulai dapat membuka diri dan menjalin pertemanan dengan beberapa teman sekolahku dan akhirnya aku mulai mendapatkan banyak teman. Meskipun begitu kebebasan yang kudapatkan masih belum utuh karena masih ada batasan yang diberikan oleh ayahku.

Usia 17 tahun, membuat diriku mulai mengenal apa yang disebut dengan cinta, tetapi cinta tidak semanis yang orang ucapkan pada umumnya. Aku lebih sering merasakan pahitnya cinta dibanding manisnya. Hal itu mulai aku rasakan saat mengenal Indra, meskipun sempat berpacaran hingga akhirnya putus dan kembali menjalin hubungan namun kembali putus karena hal atau alasan yang tidak dapat kuterima. Pada saat pahitnya cinta sedang kurasakan, kondisi atau hubungan dengan keluargaku memburuk. Ibuku meninggal dan ayahku selingkuh dan akhirnya menikah dengan wanita lain. Rasa frustasi dan depresi sangat kuat kurasakan akibat musibah yang bertubi tubi menimpa diriku ini. Rasa depresi itu akhirnya mengarahkan diriku untuk bunuh diri. Aku tidak lagi dapat berpikir jernih, depresi membuat diriku tidak dapat menilai baik buruknya perilaku atau jalan yang akan kujalani ini yaitu bunuh diri. Namun, Tuhan berkata lain, percobaan bunuh diriku selalu tidak berhasil, beberapa kali mencoba bunuh diri namun hasilnya berujung pada dibawanya aku ke rumah sakit untuk perawatan medis.

Percobaan bunuh diri yang gagal berkali kali tersebut mungkin merupakan teguran Tuhan terhadapku. Aku mencoba untuk menyadarkan diriku sendiri bahwa cara-cara yang telah kutempuh untuk mengakhiri hidupku akibat percintaan yang pahit tersebut merupakan cara yang salah. Aku mungkin harus mencoba membuka mata bahwa masih banyak laki-laki di dunia ini dan salah satunya mungkin akan menjadi suamiku di masa depan. Perbuatan negatif yang telah aku lakukan selama ini tidak akan kuulangi lagi dan aku mencoba menjadi pribadi baru yang lebih siap lagi menghadapi masalah percintaan dan bertujuan untuk membuktikan pada diri sendiri bahwa cinta itu tidak selamanya pahit tetapi manisnya cinta tetap dapat dirasakan dengan adanya sedikit usaha atau kemauan dan doa.

0 komentar:

Post a Comment