Thursday 2 December 2010

Cerita Si Yovie

By: Hadyan Dhiozandi

Aku adalah seorang anak laki-laki yang memiliki 2 saudara, kakakku adalah seorang perempuan dan adikku adalah seorang anak laki-laki. Sebagai seorang anak laki-laki, fisikku masih menunjukkan bahwa aku adalah manusia yang memiliki jenis kelamin laki-laki, beberapa orang terkadang menyamakan diriku dengan seorang Syahrul Gunawan. Namun, lingkungan di sekitarku berkata lain, di mata orang lain jarang ada yang menganggapku sebagai seorang laki-laki tulen. Mereka menganggap diriku tidak lebih dari seorang banci atau yang biasa dikenal dengan laki-laki yang bergaya atau terlihat sebagai perempuan.

Selama hidup didunia ini, aku merasa tidak nyaman dengan pandangan lingkungan terhadapku, dengan adanya cap sebagai seorang banci di mata lingkungan hal itu membuat pergaulan dan komunikasi dengan orang lain menjadi terbatas khususnya dengan sesama laki-laki. Rasa tidak nyaman tersebut benar-benar aku rasakan saat duduk di bangku sekolah. Murid-murid di sekolah terutama murid laki-laki selalu memperolok dan menyebut diriku dengan sebutan banci. Layaknya orang pada umumnya, aku tidak mau menerima sebutan atau panggilan yang tidak sepantasnya itu. Selama hari-hari yang kulalui di sekolah, aku berpikir apakah ini semua salahku yang dilahirkan dengan "jiwa" perempuan? Setelah berpikir ulang mencermati penyebab dari kondisi yang aku rasakan saat ini adalah bukan kesalahanku namun kesalahan dari orang yang pertama kali mendidik dan membimbingku hingga aku dapat menjadi seperti saat ini. Pada dasarnya, aku ingin tetap menjadi diriku apa adanya, sulit mengubah diri dalam waktu cepat, hanya demi mengubah pandangan orang terhadaap diriku, meskipun begitu aku ingin tetap mencari cara bagaimana aku dapat diterima dalam lingkungan sekitarku sebagai layaknya seseorang yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan aku sangat ingin menghilangkan kesan negatif yang selalu diperlihatkan orang-orang yang berada disekitarku.

Solusi dari masalahku ini sangat sulit ditemukan, aku tidak tahu harus berbagi dengan siapa, berhubung orang-orang terdekatku yaitu keluarga saat ini sudah tidak memperdulikan keadaan diriku ini, mungkin mereka malu dengan keadaan anaknya saat ini dan hal yang paling kusesali adalah tidak adanya rasa tanggungjawab mereka terhadap diriku ini. Saat dilahirkan hingga tahap awal dunia luar tidak mungkin aku membentuk diriku seperti apa yang kuinginkan, peran keluarga khususnya orangtua yang sangat diperlukan pada saat-saat seperti itu, namun entah apa yang terlintas dalam pikiran mereka tidak menyadari dampak yang terjadi di masa depan terhadap diriku.

Pada akhirnya aku sadar bahwa semua ini tidak akan bisa diubah, aku tidak dapat mengubah jati diriku dengan mudahnya menjadi seorang laki-laki tulen meskipun mendapat paksaan dan tekanan dari lingkungan dengan adanya stigma negatif yang diberikan kepadaku. Aku menerima kondisiku apa adanya. Aku mencoba menikmatinya dan tidak terlalu memperhatikan tanggapan lingkungan mengenai diriku ini, meskipun hal itu masih cukup menganggu kehidupan sosialku. Aku ingin menjalani hidup ini apa adanya, baik dalam hal percintaan meskipun bertentangan dengan norma sosial yang ada dalam masyarakat dan aku akan tetap menjalani apa yang telah dicita-citakan dari dulu yaitu bekerja di bidang fashion. Aku ingin tanggapan-tanggapan negatif lingkungan mengenai diriku saat ini suatu saat di masa depan dapat berubah menjadi positif dengan menekuni bidang fashion yang aku minati saat ini. Mungkin saja suatu saat aku dapat menjadi seorang perancang busana terkenal yang dipuji oleh banyak orang dan pada akhirnya kesan negatif atau cap buruk yang ditimpakan pada diriku ini dapat mulai hilang pada saat cita-citaku itu tercapai.

0 komentar:

Post a Comment