Sikap tabayyun dalam keseharian
kita. Dalam era keterbukaan informasi, semua berita bisa kita dapatkan
dengan mudah. Perlu dimaklumi bahwa berita yang kita dengar dan kita baca dalam
keseharian itu tidak mesti semuanya benar. Terlebih lagi kita hidup pada zaman
yang banyak terjadi fitnah, hasut, ambisi kedudukan, bohong atas nama ulama
atau tokoh yang kita kenal, baik itu dilakukan melalui internet, koran,
majalah maupun media masa lainnya.
Jangan heran jika berita tersebut
menimbulkan pendapat atau komen pro kontra, yang akhirnya berujung dalam
sebuah hubungan persaudaraan tiba-tiba terjadi perseteruan sengit. Setelah
diusut, biangnya adalah salah dalam menerima dan menyampaikan sebuah berita.
Jangan pula mengira, berita dari mulut ke mulut, berita dari surat kabar dan
sebagainya, itu pasti benar. Boleh jadi itu adalah bisikan iblis yang masuk ke
jiwa pendengki yang ingin merenggut nyawa dan akidahmu kawan.
Syekh Sholih Fauzan hafidzahullah
berkata: ”Hendaknya kita pelan-pelan dalam menanggapi suatu perkataan, tidak
terburu-buru, tidak tergesa-gesa menghukumi orang, hendaknya tabayyun.
Nah kalau kita bicara soal tabayyun,
maka..bisa diterjemahkan dengan “periksalah dengan teliti”. Maksudnya
telitilah berita itu dengan cermat, dengan pelan-pelan, dengan lembut, tidak
tergesa-gesa menghukumi perkara dan tidak meremehkan urusan, sehingga
benar-benar menghasilkan keputusan yang benar. Hendaknya meneliti berita yang
datang kepadamu sebelum kamu beritakan, sebelum kamu kerjakan dan sebelum kamu
menghukumi orang.
Mari kita baca alquran surah
Al-Hujurot [49]:6, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”
Banyak hal yang menyebabkan seseorang
tidak melakukan tabayyun dan klarifikasi, diantaranya adalah sikap egois dan
merasa sudah memahami berita dengan benar, sombong dan merasa lebih tinggi dari
sumber klarifikasi, malas untuk mencari kebenaran dan lain sebagainya.
Syaikh Abdurrahman
As-Si’di rahimahullah berkata: “Jika ada orang fasiq membawa berita
maka hendaknya diteliti terlebih dahulu, tidak langsung diterima. Jika langsung
diterima maka bias menjatuhkan pelakunya kepada perbuatan dosa. Berita orang
fasiq tentu tidak sama dengan berita orang yang benar. Jika dianggap sama
(tidak dilakukan tabayyun) maka bisa berakibat saling bunuh, hilangnya harta
dan nyawa tanpa bukti yang benar, dan pasti menyesal.
Oleh karena itu, apabila datang
berita dari orang yang fasiq hendaklah diteliti, jika berita yang disampaikan
nyata atau ada tanda kebenarannya, maka boleh diterima. Namun jika berita itu
dusta maka dustakanlah dan tolaklah. Ayat ini juga menunjukkan bahwa berita
orang yang benar boleh diterima dan berita orang pendusta ditolak. Sedangkan
berita orang fasiq ditangguhkan sampai ada bukti lain yang menunjukkan
kebenaran atau dustanya.
Lalu siapa orang fasiq yang dimaksud
di sini? Mereka adalah orang yang keluar dari ketentuan syar’i, orang yang
berbuat ingkar, yang meninggalkan perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan keluar dari
jalan yang benar. Oleh karena itu, Iblis dikatakan fasiq karena enggan melaksana kan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sujud kepada Nabi Adam ‘Alaihis
Salaam… Baca QS. al-Kahfi[18]: 50.
Kefasikan dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
Kefasikan yang menjadikan pelakunya
tetap muslim akan tetapi mereka ingkar., seperti ayat di atas. QS. al-Hujurat
[49]: 6
Dan kefasikan yang menjadikan
pelakunya kafir, keluar dari Islam.
Allah berfirman :
“Maka apakah orang yang beriman itu
sama seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama.” (QS. as-Sajdah[32]:
18).
Oleh Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla
mencela orang yang mudah memfasiqkan orang yang beriman. Jika kita
mengamati ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla tidak memerintahkan kita agar
menolak berita orang fasiq atau menerimanya, karena bisa jadi beritanya benar
atau salah. Karenanya wajib kita teliti terlebih dahulu agar kita tidak
menyesal atas kurang hati-hatinya kita. Kita diperintahkan agar meneliti
berita yang disampaikannya, jika ada tanda dan bukti bahwa berita yang
dibawanya benar, maka boleh mengambil beritanya, sekalipun kefasiqan yang
telah dilakukannya berat. Inilah kaidah untuk mengambil riwayat dari orang yang
fasiq dan persaksiannya, sebab banyak pula orang fasiq yang benar berita dan
riwayatnya dan juga persaksiannya. Sedangkan kefasiqan mereka itu urusan lain.
Jika seperti ini berita atau persaksiannya tidak boleh ditolak. Akan tetapi
jika kefasiqannya karna dia sering berdusta dan mengulang-ulang kedustaannya,
dan sekiranya bohongnya lebih banyak dari pada benarnya, maka kabarnya dan
persaksiannya tidak diterima.”
Mungkin ada yang bertanya:
Jika berita orang fasiq tidak
langsung ditolak, lalu apa faidahnya ayat di atas? Syaikh Ibnu Utsaimin
menjawab: “Berita orang fasiq itu ada faidahnya, yaitu menggerakkan jiwa dan
semangat agar manusia bertanya dan menelitinya. Karena tanpa berita dari mereka,
kita tidak bergerak dan tidak pula berusaha. Akan tetapi ketika ada berita,
kita berkata: Barangkali berita itu benar, maka menggerakkan kita untuk menanya
dan mencari kebenarannya. Jika ada bukti atas kebenarannya atau tanda
kebenarannya, maka kita boleh mengambilnya. Namun jika tidak, maka kita
menolaknya.”
Tabayyun terhadap sebuah berita bukan
hanya ditujukan kepada orang yang fasiq saja, sekalipun orang fasiq lebih
diutamakan karena terkait dengan kefasiqannya, akan tetapi kepada mukmin yang
tsiqoh (dapat dipercaya) pun sebaiknya juga perlu tabayyun, karena
bagaimanapun juga manusia bisa lupa dan salah.
Meneliti berita dibutuhkan dua
perkara:
Pertama, dari sisi amanat. Inilah
yang dimaksud dalam QS. al-Hujurot: 6, karena orang fasiq tidak amanat.
Kedua, dari sisi kekuatan. Yaitu
kekuatan ingatannya ketika menerima berita atau menyampaikannya dengan cepat
sekali. Maka ketika saya berkata kepadanya, saya akan teliti dulu, bukan
berarti saya mengatakan kamu fasiq, kamu menurut saya adalah orang yang jujur,
akan tetapi boleh jadi kamu memahami ayat keliru, atau terburu-buru, atau lupa.
Kesimpulannya, sikap tabayyun
terhadap sebuah berita sangat diperlukan sekalipun dari orang muslim yang
dipercaya, karena tabayyun berbeda dengan buruk sangka, akan tetapi sikap
teliti yang kita lakukan adalah semata untuk mencari tambahan dan
menguatkan keterangan dari suatu berita, sebagai ummat islam kita harus paham terhadap ajaran agama yang kita anut didasarkan alquran
dan hadist.
Waspada terhadap pertanyaan yang
memancing, karena tidak semua penanya bermaksud baik kepada yang ditanya,
terutama ketika menghukumi seseorang. Oleh karena itu tidak semua pertanyaan
harus dijawab. Bahkan menjawab ‘saya tidak tahu’ adalah separuh dari pada ilmu.
Kalau menurut hemat saya, untuk
perkara-perkara yang krusial maka kita harus teliti dan pahami, atau paling
tidak wajib untuk berusaha paham. Bertanya sampai dapat jawaban yang memuaskan.
Memuaskan di sini bukan dalam konteks kepuasan pribadi, tapi 'puas' dalam arti
bahwa penjelasan yang ada sudah comply dengan aturan syariat yang lebih
tinggi.
Waspadalah dari berita orang yang
mengumbar lisannya tanpa ilmu dan tidak takut dosa. Orang Islam hendaknya tidak
membicarakan sesuatu yang dia tidak tahu perkaranya, karena Allah ‘Azza wa
Jalla mengancam orang yang berbuat dan berbicara tanpa ilmu. Baca QS.
al-Isra’[17]: 36 dan QS. al-A’raf [7]: 33
Waspadalah berita yang disebarkan
penyembah hawa nafsu dan fanatik golongan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata: “Ayat ini menunjukkan bahwa manusia wajib meneliti berita terutama
yang disampaikan oleh orang penyembah hawa nafsu dan fanatik golongan atau
perorangan. Jika berita datang dari orang yang kurang dipercaya, maka wajib
diteliti dan jangan terburu-buru dalam menghukum padahal berita itu dusta, maka
kamu akan menyesal. Dari sinilah datang dalil ancaman keras bagi orang yang
menggunjing, yaitu mengutip sebagian perkataan orang yang bermaksud merusak
orang lain.
Rosulullah sallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“ Laa yadkhulul jannah qottaatun
“
artinya “Tidaklah masuk Surga orang
yang pemfitnah.”
Moga tulisan ini ada
manfaatnya, terutama buat penulis selalu tabayyun tentunya. Insyaallah kita
semua terhindar dari dosa fitnah, ghibah dan sejenisnya.
By: Gio/15
0 komentar:
Post a Comment