Wednesday 29 June 2011

MENGGAPAI CINTAMU....

Aku sudah menyadari sejak awal, bahwa hubungan ini seperti menggantang asap. Menegakkan benang basah. Berharap sesuatu, yang telah sangat disadari, tidak akan pernah dimiliki. Tapi aku tetap menjalaninya. Tetap memperlakukannya seperti layaknya hubungan persahabatan yang banyak dilakoni.


Aku tidak pernah berharap untuk bertemu dengan dia, di sebuah taman kota, saat senja menjelang, dan hujan baru saja berhenti, kami berjabat tangan dengan erat dan penuh kehangatan. Kehangatan yang mengalahkan temaram surya.


Kehangatan yang kemudian ku rasa memberiku hidup, dan membuatku merasakan keindahan yang sudah lama tak pernah singgah dalam kesendirianku saat ini.


Dia membuatku lebih hidup. Membuatku lebih menghargai hidup, yang sebelumnya sering aku sia-siakan.
Dia melengkapiku. ”Kamupun melengkapiku” selalu dia menjawab hal yang sama.


Aku bahagia, dia bahagia. Tapi kebahagiaan itu tidak tercipta untuk kami selamanya. Aku menyadari, sebagaimana dia menyadari, bahwa kami hanya memiliki kemarin dan hari ini, tetapi tidak akan pernah memiliki hari esok.


Dia pergi. Dalam kehancuran. Kehancuran yang juga ku rasakan.


Aku mengerti, bila penantianku di senja ini akan sia-sia. Aku menyadari bahwa, hidupnya kini akan terus berjalan. Berjalan selayaknya sebagian orang harapkan.


”Aku selalu menunggumu. Memiliki waktu untukmu. Menjaga cinta untukmu”. Sebaris pesan ku kirimkan. Yang aku tahu, akan segera dihapusnya. Bukan karena keengganannya, tetapi karena seharusnya seperti itu.


”Kamu bodoh. Sebodoh-bodohnya manusia yang pernah dilahirkan !!”. Serampah itu kerap sayupku dengar.
Sakit terasa di awal. Tapi kemudian telingaku telah menebal, dan menahan kembali semua kata-kata yang melayang menuju indera pendengaranku.


Aku mungkin bodoh. Tetapi hatiku tidak buta. Aku rela berada dalam gelap, menanti dalam kesendirian, berharap cemas dalam kegamangan, hanya untuk tetap menumbuhkan rasa ini, rasa yang telah membuatku hidup dan percaya bahwa ada seseorang yang diciptakan untuk ku.


Rasa yang telah membuatku percaya dan yakin, bahwa aku hidup untuk memberinya bahagia. Bahagia yang tidak bisa didapatkan, kecuali dari aku. Aku yang selalu memberinya telinga untuk mendengar. Aku yang selalu memberinya kedua tangan untuk menegakkan kepalanya. Aku yang selalu mengiringi langkahnya, saat kelam dan terang.


Aku sadar, bahwa ini jalan yang ku pilih. Pilihan yang juga dipilihnya. Dipilih oleh kami. Jadi, jangan bilang aku bodoh, karena aku hanya menjalani pilihanku.


Ya, aku masih belum bisa menjawab pertanyaan itu. Bahkan sebelum pertanyaan itu muncul, aku masih juga belum bisa mendefinisikan apa yang kurasa, apakah itu cinta ??.


Aku kerap mencari makna cinta. Mensitir tulisan, bertukar pemikiran, berbagi perasaan.
Perjalananku mencari makna cinta, bermuara pada fase kenyamanan. Saat aku berada dengan seseorang, siapapun dia, dan aku merasa nyaman, maka aku menganggap aku merasakan cinta. Sesederhana itu?.
Bila demikian, maka saat ini aku benar-benar jatuh cinta padanya ?...dalam sekali terasa.


Aku masih juga terjaga, walau jarum jam terus berdetak tanpa henti. Deringnya mengingatkan aku bahwa hari telah berganti. Sudah senyap sebenarnya, tapi rangkaian lagu-lagu bajakan terus mengalun dari laptopku. Ahhhhh..., betapa sebuah lagu dapat mempengaruhi suasana hati yaa?


Usiaku sudah tidak muda lagi, bahkan untuk sebagian orang, pada usia ini aku berada pada tahap kematangan dan masa keemasan. Aku tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena bagiku.... age ain’t nothing but a number. Cuma penambahan hari, minggu, bulan, dan tahun. Tidak menggambarkan lebih dari itu, apalagi sesuatu yang bernama kedewasaan.


Banyak rencana tergambar dalam benakku, yang sudah tersusun dengan rapi di alam sadar. Berusaha untuk diuraikan menjadi saat ini atau masa depan. Manusia memang cenderung memiliki rencana, karena tanpanya hidup layaknya sebuah perahu yang berjalan tanpa arah.


Aku berhenti pada fase ini. Entahlah, bayangan yang menggayuti pikiranku pada seseorang di masa lalu, yang ternyata masih enggan beranjak dari ruang hatiku yang terdalam, atau ketidakpastian yang sulit dilihat pada awalnya, membuatku berjalan pada sebuah lorong, yang kedua sisinya terhalang tembok gelap.


Aku belum berhasil mendefinisikan apa yang terjadi pada senja itu, saat aku melewati jantung Ibukota, di tengah malam dengan taksi bluebird, berkawan dengan kehidupan malam. Sepanjang malam itu, langit seperti menjadi semakin kelam. Bunyi gitar dari seorang pengamen di luar jendela taksi yang kutumpangi menjelma menjadi gerakan pantomin pada bibir, yang berusaha dilihat oleh orang buta.


Atas nama perasaaan, aku seharusnya terluka. Tapi atas nama logika, cinta tak pernah mengenal luka. Hanya ketidak samaan waktu dan kesempatan, yang membuat harapan itu sirna.


Dalam kekhawatiran, maka aku tersenyum. Walau tak banyak yang mampu disembuhkan oleh seulas senyum. Tak ada luka yang terobati, tak ada harap yang tak tertepati.Tapi aku tetap tersenyum.
Dalam hampa, aku tetap tersenyum. Betapapun kerontang telah menggila, mengiris jantungku dan menyumbat hirup udara di hidungku. Aku meranggas. Tapi aku tetap tersenyum.


Senyum yang ku tak tahu apa artinya. Kitapun tidak banyak bercakap di senja itu. Aku tersenyum lagi sendirian, sang sopir taksi sibuk dengan tangkai bundarnya memperhatikan lampu merah di persimpangan jalan dan si pengamen pun telah selesai dengan nyanyiannya yang mirip pantomim itu, lalu ia mengetuk jendela taksiku ingin mengatakan sesuatu yang sudah kupahami.


Dalam suasana temaramnya lampu jalan pada malam itu. Sinaran lampu meluruhkan air mataku. Meluruhkan teriakanku. Menyapu tangisku. Aku kembali hanya bisa tersenyum. Aku tersenyum. Senyum yang aku tak tahu apa maknanya.


Setelah melewati beberapa perempatan di jalan harmoni dan grogol sampailah taksiku di halte depan Rumah Sakit terkenal dimana ada perhentian bis yang menuju ke kota ku, dalam diam ku menunggu bis yang akan membawa diriku pulang ke rumah..


Dalam aku menunggu, aku merasa menunggu mu dari sisi gelap di lorong halte yang sempit ini. Di mana sinar bulan tampak enggan untuk menelusup gelapnya ruangan yang kecil dan penuh sesak dengan gerobak pedagang kaki lima di kaki tangga jembatan ini. Tak ada udara yang bergerak, hanya hembusan keengganan.


Satu bis membawaku pulang, sesampai dirumah akupun memasuki ruangan yang telah begitu akrab menemaniku, hampir di separuh hidupku. Saat usia merambat menyentuh batas akhir kehidupan, aku masih menunggu. Menunggu, dan menunggu dia dalam diam. Tetap memupuk kepercayaan bahwa sosok mu akan hadir, di ujung lorong kehidupan yang pengap itu.


Aku tetap berada dalam kesunyian, menyerah, atau buta akan kenyataan hidup ? Akal ku sudah hilang, berganti dengan egoisme buta yang membutakan. Aku menutup kedua mataku, kedua telingaku, mengikat kedua kakiku, membebat kedua tanganku, mendudukkan aku pada alas yang tak seharusnya diduduki.
Aku marah, atau kecewa, atau apalah namanya. Aku masih tetap menunggu mu.


Aku mulai memahami kondisi ini perlahan namun pasti bisa berubah. Ibarat burung, mungkin aku telah memasuki tahap untuk membentangkan sayap, menjelajahi angkasa yang terbentang sangat luas. Meninggalkan semua, tetapi tidak melupakan banyak hal yang aku sayangi.


Aku berusaha mengurai kembali alasan aku ada di “dunia” ini. Berbagi...dan sungguh tragis, tak ada lagi yang aku beri pada “dunia” ini untuk beberapa lama. Aku tak mau meninggalkan “dunia” ini. “Dunia” ini begitu indah. Begitu berarti untuk ku. Beri aku waktu, dan aku akan kembali ke “dunia” ini.


Aku teringat nasehat Ibu. Dia bilang, "Kesedihan bukan untuk di genggam terlalu lama. Kesedihan hanya sebagian kecil dari buih kehidupan. Sama seperti bahagia, tawa, dan ragu, yang harus dijalani, yang selalu bergulir dan berganti.


Sedih itu buih, dan buih itu kadang datang dan kadang hilang.
” Air mata juga tidak akan mengembalikan sesuatu yang sudah hilang anakku...” Ibuku meretas kata-katanya. ” Kita tidak pernah memiliki hak atas segala sesuatu. Kita tidak pernah memiliki itu semua dan tidak akan pernah memiliki apa pun, karena memang kita ini punya apa di dunia ini kecuali upaya kita berbuat kebaikan dan amal ibadah yang telah di contoh kan oleh Rasulullah kepada kita semua “.


Aku tertegun saat mengingat Ibuku berbicara, di senja itu di ruang tamu rumahku. Ibuku ternyata bisa menggantikan tangisan nya dengan ketabahan. Mengganti air mata dengan keikhlasan. Mengganti ratapan dengan ketulusan. Aku mendengarkan kata-kata Ibuku yang masih terngiang di telingaku, dan berharap bisa seperti Ibuku tersayang.


Mulai saat ini di senja itu kurasa perlu adanya penyelesaian, aku dan dia berdamai dengan angan dan asa, bahwa kita bisa bersama lagi dalam merangkai kehidupan ini. Aku percaya bahwa bila kita ingin, maka semua hal mungkin untuk saling mendukung dan berbagi cerita kehidupan, betapa indahnya hidup kita bila dapat menatap masa depan dengan penuh keyakinan, tentu saja dengan memandang jalan layaknya sebuah garis lurus, tanpa aral tanpa duri. Kita tidak naif, hanya berusaha memupuk keyakinan dengan mencari bahagia di ujung jalan itu.


Pernah kita terantuk dan ter sadar bahwa kita tak mungkin mengejar waktu. Waktu terlalu cepat berlari, terlalu cepat berkelok, terlalu cepat mendaki, terlalu cepat untuk di rengkuh. Akhirnya kita tertinggal.


Terseok dengan langkah gontai. Meniti jalan dengan tertatih, sambil terus berharap, bahwa kita akan menemukan bahagia, di ujung jalan itu. Kita tidak naif, hanya berusaha memupuk keyakinan dengan mencari bahagia sekali pun di akhirat nanti.


Terjal, sangat terjal, juga berliku, sangat berliku. Kita tak akan pernah lagi melihat kembali ke belakang, hanya berharap bahwa keyakinan yang dimiliki di masa lalu, masih kita bawa, saat kita berjalan tertatih di jalan lurus ini. Jalan dimana kita memiliki keyakinan, bahwa kita akan menemukan kebahagiaan.


Bukan aku tak mau menggenggammu, bukan kau tak mau me rengkuhku, tapi waktu tak pernah membiarkan kita bersama. Bersama..., saling bergandengan tangan, menatap lurus, memandang jauh ke depan, mengayunkan langkah tegap. Waktu tak pernah meng ijinkan kita. Waktu tak pernah memberi sedikit pun belas kasihannya kepada kita. Waktu terlalu egois.
Persetan dengan waktu !! Teriakku keras.


Sudahlah, sekuat apa pun kita mengoyak, waktu tak pernah terkoyak. Sekuat apa pun kita menyeruak, waktu tak pernah terseruak. Waktu terlalu cepat berlari, berkelok, mendaki, tak bisa direngkuh. Terima saja. Hadapi, bahwa ia harus pergi.


Aku tak ingin dia pergi dari sisiku, aku ingin terus bersamanya memulai menyusuri kehidupan ini dan tak ingin menjadi seorang pengecut, hanya dialah yang kuimpikan dalam bayang waktu walau semua keadaan telah berubah.


Aku hanya punya cinta. Tak cukupkah untuk tetap menjaganya di sisiku. . Dengan cinta aku berharap dapat menggenggamnya, menggandeng tangannya, melangkahkan kaki bersama, dan berharap menemukan kebahagiaan yang pernah kami impikan. Aku hanya punya cinta. Hanya CINTA titik...


Aku sedih, ia juga merasakan kesedihanku. Waktu jualah yang telah membuka pikiranku. Aku mulai melangkah lagi, ia juga melihat. Waktu perlahan mulai membuka kedua matanya. Aku …bangkit.. dan masih punya harapan kembali, aku bahagia dan harapan telah menyeka kesedihan ku.


Aku hanya punya cinta. Dan cinta itu cukup kuat untuk aku terus menggenggamnya. Sepertinya, aku tak harus melepasnya. Dan tak ingin untuk merasa kehilangan, karena aku tidak merasa kehilangan sesuatu walau hal itu tidak pernah aku miliki.


Pada senja berikutnya, kami mulai bersepakat dalam mendefinisikan kehidupan ini....
Atas nama perasaan kami berbicara dari hati ke hati .............
“Kau membuat ku nyaman dan bahagia”, kataku berbisik..dia pun mulai tersenyum.
“Benarkah ?” Dia bertanya sedikit berpura-pura, sambil tetap mengulum senyum padaku, senyum itu yang menahanku untuk mengalihkan asaku pada yang lain..uuhhh..!!!!
“Kamu yang aku cari selama ini”, kataku perlahan.. Senyumnya semakin sumringah.
“Tak banyak yang aku cari dalam hidup ini”, kataku padanya....
“Aku pun demikian. Apa yang ada saat ini sudah cukup bagiku. Tak ada keinginan untuk mendapatkan lebih”, dia pun membalas ucapan ku.
“Kita sama, kalau begitu ?” kataku sambil memandang matanya yang kelihatan cantik.
“Ya, kita sama”,  balasnya lagi.
“Kalau begitu kita sejalan”.
“Ya, kita sejalan”, timpalnya pelan.


Langit senja semakin menjelaga,  menandakan malam mulai menyapa ...saat itu aku kembali diselimuti keraguan tentang pembicaraan ini, aku ingin mendapat suatu gambaran yang pasti dari pertemuan ini.
Lalu aku pikir ....“Kita tidak mungkin bisa bersama sayang ”, tegasku padanya.
“Kenapa ?” Dia terkejut dengan ucapanku ....
“Senja dan fajar tak mungkin pernah bisa bersama”, kataku lagi..
“Kalau begitu, biarkan aku menjadi fajar”, katanya sambil memandang tajam padaku..
“Tidak bisa, tidak mungkin. Tak mungkin ada 2 fajar” sahut ku lagi padanya.
“Tapi aku ingin tetap bersamamu sayang..apapun alasanmu”, dia berusaha meyakinkan ku..
“Maka tetaplah menjadi senja” jawabku dengan menahan rasa haru dan bahagia..
“Maka kita akan tetap bersama kan ?” katanya dengan memelas pasrah..


Aku tidak mampu untuk menjawab... hanya memandang dengan tatapan lembut untuk meminta pengertiannya ....
Aku pun mulai sadar dan memahami, bahwa semua yang kami hadapi selama ini sudah seharusnya bisa menjalani takdir itu secara bersama dengan saling sayang menyayangi dan saling berbagi motivasi serta inspirasi......tak ada kata terlambat bila semuanya ada keinginan bersama, seperti yang dikatakan ibuku..
Tiba tiba aku meraih tangannya dan kami pun tersenyum bahagia...tak ada lagi penyesalan dan penantian yang melelahkan lagi....yang ada sekarang kami bergandengan tangan dalam menatap masa depan dan berjalan seiring bersama sampai penghujung waktu dan takdirNya..........

===Kisah ini ku dedikasi kan kepada sahabat yang paling aku sayangi ..terima kasih atas semua inspirasi nya.dan semoga bermanfaat bagi yang menyukai kisah ini===

Wednesday 22 June 2011

Hak hak seorang Istri.

Adapun hak-hak istri antara lain:

* Mendapat mahar dari suaminya. Tentunya ketika akad nikah seorang lelaki harus menyerahkan mahar kepada wanita yang dinikahinya. Mahar adalah wajib hukumnya, sebagaiaman firman Allah swt: “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa`: 4)“…berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (QS.An-Nisa`: 24)

Serta sabda Rasulullah saw yang diucapkan ketika seorang sahabatnya ingin menikah namun ia tidak memiliki harta: “Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

* Digauli oleh suaminya dengan patut dan akhlak mulia. Allah swt berfirman: “Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa`: 19)Rasulullah saw pun telah bersabda: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. At-Tirmidzi)
* Mendapatkan nafkah , pakaian, dan tempat tinggal. Suami wajib memberikan nafkah dam pakaian yang layak bagi istrinya, serta anak-anaknya. Firman Allah swt: “…dan kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
* Mendapat perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri. Maka suami yang berpoligami wajib memberikan nafkah dan perlakuan yang sama kepada istri-istrinya. “…maka nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak dapat berbuat adil di antara para istri nantinya maka nikahilah seorang wanita saja atau dengan budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat bagi kalian untuk tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa`: 3)Rasulullah bersabda: “Siapa yang memiliki dua istri lalu ia condong (melebihkan secara lahiriah) kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan satu sisi tubuhnya miring/lumpuh.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
* Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah swt, serta terjaga dari api neraka. Bimbingan itu berupa pengajaran/pengetahuan agama. Sebagaimana firman Allah swt: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….” (QS. At-Tahrim: 6)

(dari berbagai sumber)

Monday 13 June 2011

Rindu..





saat kerinduan itu datang…

saat kerinduan itu menjelang…

saat kerinduan itu mampir…

saat kerinduan itu hadir…


ia…

mengguncang jiwa…

menggelegakkan dada…

ia…

menggetarkan hati…

mendidihkan sanubari…


kepada siapa kita memendam kerinduan…

kepada khaliq kah yang menentramkan perasaan…?

atau…

kepada makhluk yang merisaukan perasaan…?

hingga kita terbuai dalam genangan perasaan yang tak menentu…

Senyumlah Sayang...


Sayang...
Hapuslah air matamu
Hadapi hidup ini dengan tabah
Serahkan semua urusan kepadaNya

Senyumlah ....
Di balik senyummu ada karuniaNya
Di balik senyummu ada bahagia
Di balik senyummu ada sedekah
Di balik senyummu ada keikhlasan
Di balik senyummu ada istana kerinduan

Tersenyumlah ....
Doaku menyertaimu ... ! 

Thursday 2 June 2011

i believe in you


lonely the path you have chosen a restless road no turning back
one day will find your light again 
don't you know
don't let go
be strong

follow your heart
let your love lead
through the darkness
back to a place you
one knew
i believe, i believe, i believe in you

follow your dreams
be yourself an angel of kindness
there's nothing that you can not do
i believe,...

by celine dion & il divo