Friday 15 May 2015

Merenungkan Hikmah Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Merenungkan Hikmah Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. ,setiap orang tentunya berbeda beda; ada sebagian yang merayakan sedemikian antusias dan hiruk pikuk dengan berbagai aktifitas, dan ada yang melakukannya secara sederhana, melalui renungan hikmah peristiwa tersebut, dan ada pula yang hanya sekedar mengingat semata.

Dari sisi histori Isra’ dan Mi’raj itu sendiri sesungguhnya merupakan sebuah ujian, terutama bagi orang yang beriman pada saat itu, apakah mereka benar benar meyakini keberadaan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah ataukah seperti yang selama itu dituduhkan oleh orang orang kafir bahwa Muhammad hanyalah seorang pembohong dan ahli sihir. Peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut dijelaskan pada saat itu sangat tidak rasional bilamana hanya didasarkan kepada pengetahuan yang sempit dan terbatas. Bagaimana mungkin Muhammad mengaku hanya  semalam ia diperjalankan oleh Tuhan dari masjid Haram di Makkah sampai ke masjid al-Aqsha di Palestina.  

Dalam hitungan rasional saja dengan menggunakan  kendaraan yang paling cepat hanyalah kuda, dan kalau jarak tersebut ditempuh dengan kuda, memakan waktu berbulan, Muhammad mengakuinya semalam saja  pulang pergi dari dan ke  masjid  al-Aqsha  di Palestina. Orang  mengatakan gila , mengigau dan membual .  Karena itu , mereka yang imannya tidak kuat dengan cepat terpengaruh. 

Namun bagi  yang imannya kuat seperti Abu Bakar dan para sahabat dekat Nabi saat itu, dengan  tegas menyatakan tetap percaya kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam. Jangankan Cuma ngejalani  perjalanan Makkah ke Palestina pulang pergi, sesuatu hal yang  disampaikan oleh Nabi lebih dari itu, mereka tetap percaya dan tak ragu  sedikitpun, karena semuanya atas ijin dan ridho Allah Maha Kuasa.

Isra’ Mi’raj tersebut pada akhirnya  bermuara pada  kewajiban menjalankan shalat lima waktu setiap hari semalam bagi  Nabi Muhammad SAW beserta  pengikut beliau hingga akhir zaman. Kewajiban shalat disampaikan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad dan Allah mengundangnya, tidak seperti  perintah wajib lainnya yang  berupa wahyu saja. Karena kewajiban shalat adalah sebuah kewajiban yang istimewa dan tidak sama dengan kewajiban lainnya. Contoh ;  Sholat  tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, seperti sakit,  melakukan perjalanan jauh,  maleeess, capek  apalagi ya ???. Sedangkan ibadah atau kewajiban lainnya  dapat ditinggalkan dengan alasan syar’i.

Shalat menurut nabi Muhammad ialah sebuah kewajiban yang akan menentukan baik dan buruknya amal seseorang. Maksudnya kalau ibadah shalat seseorang  itu baik bahkan sangat baik, tentu amaliah lainnya juga akan mengikuti kebaikannya tersebut dan begitu juga sebaliknya .

Kita lihat kondisi saat ini Di tengah derasnya arus modernitas, serikali manusia terlena dan larut dalam dekapan budaya materialisme, konsumerisme dan hedonisme. Nilai-nilai yang bersifat materi diagungkan, sementara nilai-nilai rohani diabaikan. 

Dari sisi materi mereka tidak kekurangan, bahkan berlimpah, tetapi sisi rohani mereka gersang, kering kerontang. Fisik mereka sehat, namun jiwa mereka kosong dan rapuh.

Kenyataan inilah bisa kita pahami pada link

Shalat juga merupakan satu satunya amal ibadah pertama kalinya di akhirat nanti akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah, sebelum amaliyah lainnya.

Penutup.

Akhir kata , Penulis rasa sangat tepat jika Peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut dijadikan sebagai refleksi  untuk menyadari betapa selama ini kita kurang dalam hal keseriusan dalam menjalankan  ibadah shalat.  kita harus segera mengevaluasi diri, terutama dalam hal cara dan khusu’ nya shalat kita.  Semoga  kita dapat meningkatkan kualitas shalat kita dan sekaligus menjadikan diri kita Istiqomah (konsisten) Syaratnya adalah fokus kepada sesuatu yang menjadi cita-cita hidup kita karena hal itu yang akan menggerakkan seluruh hidup kita ke arah cita-cita tersebut. Kalau gak tahu apa yang dituju, pasti akan goyah. Dapat ujian sedikit sudah limbung. bahwa istiqomah itu salah satu ciri keimanan kita teruji atau tidak. 

Ketika kita tidak istiqomah, bisa dikatakan memang bahwa keimanan kita tidak teruji dengan baik. Memang istiqomah menjadi suatu kondisi, suatu benteng untuk menunjukkan ketundukan kita kepada Allah. Indikator keberagamaan kita atau ketakwaan itu memang ada pada sikap istiqomah. Menjalankan sesuatu, sendirian atau ramai-ramai, diberi reward tidak diberi reward, sikapnya sama saja. Itulah sikap orang yang istiqomah, yang dibalut dengan perilaku ikhlas sebagai hamba. Caranya agar kita bisa istiqomah dengan akan sangat terbantu dengan adanya amal jama’i ( amal berjamaah).

Karena dengan kebersamaan dalam beramal islami, akan lebih membantu dan mempermudah hal apapun yang akan kita lakukan. Jika kita salah, tentu ada yang menegur. Jika kita lalai, tentu yang lain ada yang mengingatkan. Berbeda dengan ketika kita seorang diri. Ditambah lagi, nuansa atau suasana beraktivitas secara bersama memberikan ‘sesuatu yang berbeda’ yang tidak akan kita rasakan ketika beramal seorang diri.  Rasulullah saw. bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mukmin.) (HR. Ibnu Majah).
Sampailah pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka  Isra’ Mi’raj  menjadi “puncak” perjalanan seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.


By ; Zoel2015

0 komentar:

Post a Comment