Berapa
kali kamu di kecewa kan oleh putaran waktu? Sesering apa kamu mengerti betul
tentang beratnya melepaskan perasaan? Tentang perjuangan merelakan?
Maaf
membuat mu menunggu. Ada beberapa pekerjaan yang harus ku selesai kan dahulu. Aku
tahu cilotehmu bisa menerbangkan miliaran piring terbang di telingaku jika tahu
pukul empat ini aku belum juga menghampirimu ke dunia mimpi. Tapi jika salah
satu pekerjaanku ini adalah menulis surat untukmu, maukah menyambutku dengan
senyuman ter-manismu jika aku tiba di pelataran mimpi nanti?
Hari
ini tidak terlalu baik. Aku sedang mengurusi ke pindahanku dari rumah lama
bernama “masa lalu” untuk membiasakan tinggal di sebuah rumah baru, yang
mungkin akan ku tempati denganmu. Entahlah, aku masih belum tahu. Bukankah
seburuk-buruknya rumah harus selalu bisa membawamu untuk merindukan kata
“pulang”?
Ya,
seharusnya. Dan itu yang sedang kurasakan. Kamu adalah pria yang kini selalu
bisa membuat hatiku merasa nyaman. Tapi aku terkena phobia untuk memiliki. Aku
terlalu takut manisnya perasaan-perasaan yang belum ter ceritakan berubah saat
kita saling menyakiti perlahan-lahan. Lebih baik mana ter sakiti karena tak
memiliki atau memiliki tapi berujung menyakiti?
Jika
aku disuruh memilih, aku tidak akan memilih keduanya. Aku ingin melanjutkan
senyuman-senyuman lain yang bisa kau hadirkan lewat cerita langit sore
kesukaanmu. Dan semudah itu, aku pun bisa tersenyum juga untukmu. Aku ingin
bersisian denganmu lagi. Lalu kita sunyi dalam keasyikan sendiri mendengarkan
suara-suara manis dari gerimis disela sela meja setrikaan mu. Aku ingin kamu
tahu, semudah kau menatap mataku, semudah kau mengajakku berlarian ditengah
hujan, semudah kau mengirimkan sepaketan buku kesukaan, semudah kau mengasup
berbagai perhatian, semudah itu aku mulai jatuh cinta secara perlahan.
Aku
tidak ingin tiap saat menyaksikan perhentian hal manis ini, lalu karena terlalu
rindu dan tak mampu berkutik hanya bisa melanjutkan pertemuan dalam mimpi yang
tidak pasti dijanjikan. Aku tidak ingin lenganmu yang biasa merangkul ku
terganti dengan posisi perempuan itu. Iya, dia yang belakangan ini berdekatan
denganmu. Aku takut. Aku terlalu takut. Sebelum kita bertemu suatu waktu nanti, aku
ingin menyiapkan hati untuk menyelipkan doa pada Pencipta. Agar lengkaplah
segala usaha, agar biarlah terjadi sesuai rencanaNya. Karena kita hanya manusia
yang tak punya daya.
Aku
berterima kasih untuk perjalanan dan kejutan yang Tuhan titipkan. Aku berterima
kasih untuk rentetan peristiwa yang berhasil mendewasakan. Aku berterima kasih
untuk resolusi yang telah tercentangi. Semoga manisnya cinta tak berhenti
menari menyajikan cerita. Semoga senyuman-senyuman masih dihadirkan sebagai
tanda kebahagiaan.
Jangan
marah ya ketika Tuhan sedang membisikan mu satu pesan rahasia ini lewat mimpi. Aku
yang sedang berusaha menjadi pemerhati terbaikmu…